Eks Direktur WHO Mendorong Pemerintah untuk Serius Dalami Kematian Covid

Berita157 views

Inionline.id – Mantan Direktur Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mendorong agar pemerintah mengevaluasi dan mendalami penyebab kematian atau Cause of Death (CoD) warga akibat terpapar virus corona di Indonesia.

Hal itu Tjandra sampaikan lantaran dalam beberapa pekan terakhir jumlah kasus kematian Covid-19 meningkat seiring dengan lonjakan kasus varian SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau Omicron yang dipercaya tidak menyebabkan banyak perburukan gejala.

“Saya usul agar analisis kematian ini dapat dilakukan dengan lebih mendalam, dalam setidaknya lima bentuk. Pertama, penentuan ‘CoD’, apakah karena Covid-19 dengan badai sitokin misalnya, atau barangkali justru karena perburukan komorbid yang ada, atau gabungan keduanya,” kata Tjandra, Kamis (17/2).

Tjandra juga meminta agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan ikut memantau dan menganalisis bagaimana perjalanan klinik pasien terpapar Covid-19 dari mulai tertular, manifestasi gejala awal dan proses perburukannya sampai pasien dinyatakan meninggal dunia.

Ia juga mendorong agar data beberapa perbandingan antara Omicron dan varian lain pada mereka yang meninggal dunia dicatat. Menurutnya, pemerintah juga harus menganalisis apakah pasien Covid-19 tersebut meninggal saat menjalani perawatan di rumah sakit, isolasi mandiri, atau tempat lain.

“Dan kemudian dihitung waktu yang dibutuhkan proses penanganan, yang biasa kita kenal dalam bentuk ‘patient’s delay’ atau ‘doctor’s delay’ atau ‘health system delay’ atau mungkin ‘hospital delay’ dan lain-lain,” jelas Tjandra.

“Akan baik sekali kalau hasil analisis ini dipublikasi di jurnal ilmiah, sehingga dapat menjadi pembelajaran untuk penanganan di waktu mendatang,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Tjandra juga mengamini bahwa angka yang meninggal karena Omicron kali ini jauh lebih rendah dari angka yang meninggal saat Indonesia diserang Delta sekitar Juni-Agustus 2021 lalu.

Apabila dibandingkan, jumlah yang meninggal dunia sehari ketika serangan Delta sempat mencapai 2 ribu orang dalam sehari. Sementara angka kematian tertinggi di Indonesia selama Omicron sejauh ini tercatat 167 kasus pada 16 Februari.

“Tetapi, akan baik kalau kita juga menyadari bahwa warga kita yang meninggal dunia tidaklah dapat semata-mata digambarkan dengan angka perbandingan saja. Perlu pula dilihat bagaimana dampak pada keluarga yang ditinggalkan, nyawa yang hilang tidak tergantikan, serta berbagai pertimbangan aspek lainnya,” pungkasnya.