BMPS Menyatakan Resah dan Terganggu Atas Kebijakan Guru Swasta Jadi PPPK

Pendidikan157 views

Inionline.id – Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) menyatakan resah dan terganggu atas  kebijakan pengangkatan guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).  BMPS menyampaikan aspirasi serta usulannya kepada dua pejabat Kemendikbudristek yang memiliki kewenangan membina guru.

“Yayasan Penyelenggara Perguruan Swasta melalui BMPS sangat merasa resah dan terganggu,” kata Ketua Umum BMPS, Saur Panjaitan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Minggu, 9 Januari 2022.

Oleh karena itu BMPS menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah, dengan melakukan pertemuan Diskusi terbatas yang dilaksanakan pada hari Kamis, 6 Januari 2022 dihadiri oleh 100 orang.  Antara pengurus BMPS Nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dengan Dirjen GTK Kemendikbudristek, Iwan Syahril yang didampingi Sekertaris Dirjen, Nunuk Suryani sebagai pejabat yang membina guru-guru  di Indonesia.

Berikut aspirasi BMPS terkait kebijakan pengangkatan guru sebagai PPPK:

  1. BMPS sangat mengapresiasi yang menunjukkan bagaimana perhatian pemerintah yang begitu tinggi terhadap guru-guru honorer dan atau swasta, dimana pemerintah memberikan kesempatan yang sangat luas sehingga para guru bisa lebih terjamin status pekerjaannya.
  2. BMPS merasa bangga karena banyak guru swasta yang lulus P3K, ini menunjukkan bahwa guru sekolah swasta juga memiliki kualitas yang baik.
  3. BMPS merasa prihatin dan kecewa karena ternyata guru sekolah swasta yang lulus P3K ditarik dari sekolah swasta dan ditempatkan ke sekolah negeri. Ditengarai kebijakan ini akan menimbulkan kegaduhan ditengah-tengah masyarakat, khususnya Yayasan-yayasan sebagai penyelenggara sekolah swasta. Dari beberapa daerah juga melaporkan ada sekolah sampai kehilangan belasan guru terbaiknya, misalnya 11 orang guru SMK PGRI 2 Kediri dan masih banyak sekolah swasta lainnya.
  4. BMPS mengalami kerugian karena kehilangan guru-guru terbaik, potensial, dan tersertifikasi, yang selama ini telah dibina dengan baik oleh Yayasan. Untuk mencari penggantinya tidaklah mudah sehingga dikhawatirkan mengganggu proses belajar mengajar, karena tidak hanya guru bahkan banyak kepala sekolah yang lolos menjadi P3K.
  5. Dampak  program P3K ini merata menyasar sekolah swasta di seluruh Indonesia, tidak hanya di daerah-daerah saja, tetapi juga di wilayah perkotaan.

Oleh karena itu, BMPS bersepakat meminta kepada pemerintah, melalui Dirjen GTK agar guru swasta yang lulus PPPK tetap ditempatkan di sekolah asal. BMPS juga menyampaikan, apabila kebijakan ini diterapkan maka tidak akan menimbulkan kegaduhan, dan semua pihak akan diuntungkan karena tidak akan ada satupun yang mengalami kerugian.

Berikut kerugian yang akan dialami sekolah swasta menurut BMPS:

  1. Guru yang lolos P3K meningkat kesejahterannya.
  2. Yayasan penyelenggara terbantu untuk meningkatkan mutu sekolahnya.
  3. Pemerintah dapat menjadikan guru P3K tersebut sebagai perpanjangan pemerintah untuk mensukseskan program merdeka belajar sebagai guru penggerak. Hal itu akan berdampak positif dengan meningkatnya kualitas sekolah swasta.
  4. Peserta didik yang merupakan anak bangsa yang dikelola swasta mendapat pendidikan dari guru-guru yang baik.

Dalam pertemuan tersebut, Dirjen GTK Kemendikbud, Iwan Syahril dan Nunuk menyambut baik aspirasi dari BMPS.  Keduanya menyampaikan informasi bahwa keinginan BMPS sama dengan keinginan direktorat GTK, akan tetapi dalam melaksanakan kebijakan tersebut terdapat kendala adanya ketentuan di Undang-undang No. 5 tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara, yang mensyaratkan P3K harus bekerja di instansi pemerintah.

Namun kata Saur, BMPS berterima kasih dengan niat baik Pemerintah.  Namun BMPS mempertanyakan mengapa selama ini dosen-dosen DPK (ASN) dapat mengajar dan bertugas di perguruan tinggi swasta?

“Mengapa untuk ditingkat pendidikan dasar dan menengah guru tidak diperbolehkan mengajar di sekolah swasta,” terangnya.

Menurutnya, sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada sekolah swasta, dengan membantu pengangkatan guru swasta menjadi P3K dengan menempatkan di sekolah swasta, apabila dianggap menambah beban negara dari sisi pembiayaan adalah sangat tidak signifikan untuk dijadikan. “Lebih-lebih dengan mendikotomikan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta merupakan kebijakan yang sangat merugikan anak bangsa,” tegasnya.

Di samping itu, kata Saur, perlu dipertimbangkan ketentuan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.  Khususnya ketentuan terkait urusan Konkuren, salah satunya pembagian urusan pemerintahan di bidang Pendidikan, dimana Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan tersendiri untuk pengendalian formasi-formasi Pendidik dan pemindahan Pendidik.

Apabila memang kendala utama adalah di UU ASN tersebut, BMPS berharap kepada Pemerintah dan DPR agar dapat mempercepat revisi UU tersebut. Tidak tertutup kemungkinan BMPS berencana untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Konstititusi.

Di akhir diskusi juga disampaikan Kembali, usulan lama dari BMPS agar dibangun dan ditingkatkan komunikasi antara Pemerintah dengan pihak penyelenggara sekolah (Yayasan), karena selama ini informasi lebih banyak langsung ke satuan Pendidikan, sementara pihak Yayasan sebagai penyelenggara sangat minim informasi.

Konkretnya, disampaikan juga agar pemerintah dapat kembali menghidupkan direktorat sekolah swasta. Sehingga Pemerintah bisa lebih jauh dan lebih dalam mengetahui permasalahan di sekolah swasta dan pada giliirannnya dapat bermitra, bersinergi dan berkolaborasi dalam mencerdaskan anak bangsa melalui Pendidikan khususnya di sekolah swasta.

Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), yang merupakan wadah berhimpun Yayasan Penyelenggara Perguruan Swasta sudah hadir, jauh sebelum kita mencapai kemerdekaan nasional 1945, senantiasa berjuang memajukan pendidikan, dengan penuh rasa tanggung-jawab dan didorong oleh keinginan luhur tetap berkomitmen untuk ikut serta dalam upaya turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.