Temu Konsultasi Jaringan Penelitian

Serpong, IniOnline.id – Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri menggelar “Temu Konsultasi Jaringan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan publikasi ilmiah”. Berlangsung tiga hari, 24 – 26 Mei di Serpong, kegiatan ini merumuskan empat aksi nyata pro anak dan gender.

Keempat aksi itu adalah penyediaan ruang laktasi bagi ibu menyusui, ruang perawatan bayi (nursery room), ruang penitipan anak (daycare), dan area khusus bagi perokok (smooking area). Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam M Isom Yusqi berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran bagi penyediaan keempat hal ini pada tahun 2019.

“Anggaran tahun 2019 akan dinaikkan untuk program aksi nyata di Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) yang dilaksanakan oleh PSGA di PTKIN,” tegas Isom Yusqi di Serpong, Sabtu (26/05).

Menurutnya, setiap kampus PTKIN sudah seharusnya menyediakan ruang laktasi dan nursery room. Kedua ruang ini penting untuk memastikan bayi tidak dipisahkan dari ibunya pada saat mengajar atau bekerja.

Daycare juga diperlukan sebagai ruang belajar anak-anak yang belum memasuki usia sekolah. Terkait smooking area, Isom menyoroti dampak asap rokok bagi perokok pasif, termasuk bayi, anak dan perempuan yang sangat. “Tahun 2019, dana akan dinaikkan untuk PPRG,” ungkap Isom.

Selain keempat hal itu, Isom juga meminta para Kepala PSGA PTKIN untuk ikut mengembangkan wacana moderasi agama. “Pemahaman Islam yang moderat (wasathiyah) harus terus dikembangkan PSGA. Kampus harus menjadi jembatan moderasi Islam dalam pemahaman apapun, termasuk posisi perempuan. Sehingga, tidak ada lagi pemahaman bahwa perempuan dan anak akan ikut masuk surga bersama suami yang meledakan bom,” terangnya.

Hal serupa disampaikan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Arskal Salim. Menurutnya, Diktis ikut bertanggung jawab terhadap isu perempuan dan anak dalam lingkaran terorisme. Adanya perilaku terorisme ini karena didasari oleh pemahaman keagamaan yang tidak moderat.

“Dalam kajian Islam, moderasi itu dapat dilihat pada ilmu Fikih. Seseorang tidak dianggap fakih, ahli hukum dalam Islam, jika pandangan-pandangannya tidak mendalam dan beragam. Keragaman inilah salah satu prinsip dalam moderasi. Tidak ada tafsir atau pemahaman yang tunggal dalam beragama, termasuk tafsir tentang perempuan dalam teks Al-Quran,” ungkap Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah dalam bidang hukum Islam ini.

Kepala Seksi Penelitian dan Pengelolaan Hak Kekayaan Intektual Mahrus menilai PSGA mempunyai peranan strategis. Sebab, selain mengkaji wacana, teori, PSGA juga melakukan pendampingan, konseling, dan semacamnya, baik pada isu-isu kekerasan pada anak dan perempuan di tengah masyarakat ataupun lainnya. Klaster penelitian untuk hal itu juga sudah ada tema khususnya.

“Tema apapun dalam klaster bantuan penelitian, asalkan menggunakan analisis gender atau kajian terhadap relasi yang adil bagi perempuan dan anak, maka akan menjadi prioritas atau afirmasi dalam bantuan penelitian Tahun 2018. Bahkan, seperti arahan Sekretaris Ditjen Pendis, ke depan kata gender disebut eksplisit dalam RKKL-nya,” ujarnya.

Temu konsultasi ini menghadirkan sejumlah narasumber. Selain Sekjen Kemenag Nur Syam, hadir juga Yenny Wahid dari Wahid Foundation Jakarta, dan Taufik Andrie dari Yayasan Prasasti Perdamaian Jakarta. (kemenag/na)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *