Jejak Sang Mantan Diatas Tanah Petani

Inionline.id – Bahwa tanah sebagai salah satu sumber daya alam, wilayah hidup, media lingkungan, dan faktor produksi termasuk produksi biomassa yang mendukung kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian sesuai fungsi tanah tersebut. begitulah kira kira bunyi undang undang yang telah diamanatkan kepada kita.

Petani menunjukan bukti surat perampasan tanah atas nama beberapa oknum pejabat dilingkup Pemerintahan. foto : hendinovian

Namun hal itu tak terjadi kepada sejumlah petani yang kian merasa resah karena adanya menyerobotan tanah sawah yang sudah dikelolanya sejak tahun 1980. sebagai bentuk protes atas kebijakan Pemerintah yang dianggap sewenang wenang tersebut, kemarin (1/5) para petani yang menjadi ahli waris lakukan pematokan diatas lahan miliknya di Desa Singasari dan Cibodas, Jonggol.

Aksi ini dipicu dengan turunnya surat dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan nomor: S-662/WKN.07/KNL.02/2018 tanggal 3 April 2018 yang ditujukan kepada Kepala Desa Singasari dan Cibodas Kecamatan Jonggol perihal penelusuran aset atau barang jaminan obligor PKPS PT Bank Putra Surya Perkasa (BBKU) atas nama  Trijono Gondokusumo.

Aksi para petani membentangan spanduk sebagai bentuk pelawanan terhadap oknum yang telah mermpas sawah miliknya. foto : hendinovian

Dalam surat yang ditandatangani Kurnia Ratna Cahyanti tersebut, DJKN menjelaskan bahwa sesuai perjanjian penyelesaian kewajiban obligor Group PSP yang terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 2000 telah menyerahkan aset berupa bidang-bidang tanah girik total luas 245,7 hektare di Desa Singasari dan Cibodas, Jonggol.

“ Kami khawatir nanti tanah kami ikut digusur, dipatok, dan sebagainya, maka kami siap melakukan perlawanan. sebab sejak tahun 2013 juga sudah banyak yang mengaku  tanah kami di sini. Bahkan hasil pengecekan warga ke Pemerintah Desa maupun ke BPN tanah-tanah kami ini sudah atas nama orang lain. Sehingga warga kesulit untuk melakukan jual beli tanah. Ini sudah dibuktikan oleh mantan Kepala Desa Singasari Pak Nacim Sumarna dan saya sendiri sebagai ahli waris dari bapak saya, H. Sodikin. Padahal kami punya bukti surat-surat kepemilikan tanah berupa girik dan tak pernah menjual tanah kami,” beber Dace, pemilik tanah ahli waris H. Sodikin.

Para petani memasang patok diarea sawah miliknya sebagai bentuk perlawanan atas kesewenang wenangan oknum Pemerintah Daerah. foto : hendinovian

Lanjut Dace, warga Singasari bertahun-tahun dilanda keresahan dan merasa dibohongi  para mafia tanah di Kabupaten Bogor

“Tanah kami sudah diplot dan dipatok. Bahkan kami sering diintimidasi agar menjual tanah kami dengan harga murah. Tapi sampai kapan pun kami akan melawan. Tanah milik kami ini adalah lahan produktif. Kami hanya mendapatkan penghasilan dari sawah ini,” tegasnya.

Sudah bukan menjadi rahasia, warga Singasari ternyata telah lama mengetahui bahwa pemicu semerawutnya persoalan tanah di Desa mereka berawal dari bagi-bagi tanah yang dilakukan oleh Rudi Wahab, mantan aktor laga tahun 1980-an sebagai kuasa lahan grup PSP.

Sejak tahun 2012 – 2013, Ia bermaksud mendirikan yayasan dan pondok pesantren di atas lahan PSP. Pihaknya kemudian bertemu dengan H. Lesmana, yang merupakan orang kepercayaan pemangku kebijakan di bumi Tegar Beriman serta Ketua komunitas salah satu Partai Besar,  untuk mendapatkan perizinan. Sebagai kompensasi, Rudi Wahab menghibahkan tanah yang sedang dijaminkan ke negara hampir 100 hektar (963.825 m2 atau 9 ha lebih) untuk Pemkab Bogor.

Namun dalam prosesnya, hibah tanah tersebut menjadi atas nama Pemimpin Daerah kala itu, keluarga, serta rengrengannya. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan Rudi Wahab, melalui foto pertemuan Rudi Wahab dengan para petinggi Pemerintah kabupaten Bogor, serta bukti surat akta hibah berikut daftar nama penerima hibah. Ditambah dengan bukti kepemilikan Sertifikat Hak Milik Nomor 471 atas nama Camat Tajurhalang pada masanya.

Para petani bersiap memasang patok diatas sawah miliknya. pemasangan atok tersebut merupkan bentuk perlawanan atas kesewenang – wenangan petinggi daerah. foto : hendinovian

“ Bapak saya sampai menangis sebelum meninggal, karena ia merasa dirampas haknya. Tanah dan sawah ini adalah tanah yang sudah sejak puluhan tahun digarap oleh bapak saya dan warga lainnya. Ia menitipkan semua ini kepada saya dan berpesan untuk tidak menjual kepada pihak lain, tentu ini menegaskan bahwa pihak lain itu benar adanya merampas milik kami “ Ucap Dace.

Terpisah, Rudi Wahab membenarkan bahwa puluhan hektare lahan di Singasari yang dimiliki mantan petinggi yang kini masih berada diluar kabupaten bogor karena tersandung kasusyang merugikan negara bukan murni hasil jual beli, melainkan ‘jatah’ yang diberikan oleh Rudi Wahab sebagai kompensasi kepada Pemimpin tertinggi Pemerintah Kabupaten Bogor, dalam proses pembuatan izin lokasi seluas 120 hektare pada tahun 2012 silam.

Para petani memasang patok diarea sawah miliknya sebagai bentuk perlawanan atas kesewenang wenangan oknum Pemerintah Daerah. foto : hendinovian

“Itu saya sudah jelasin semua di KPK dulu, negara sudah tahu. Jadi saya gak bisa ngomong di sini. Masalah urusan tanah dengan pak RY, dua tahun saya proses itu di KPK. Itu sudah clear semua. Kalau situ mau nulis-nulis soal tanah itu gak berani saya, karena negara sudah tahu, termasuk istana sudah tahu, karena ini menyangkut BLBI, menyangkut ini itu. Jadi gak boleh salah-salah ngomong,  susah lah,” ungkap Rudi Wahab.

Sementara H. Naih, salah satu tim Rudi Wahab, juga membenarkan bahwa Rudi Wahab melalui PSP grup pernah menghibahkan lahan seluas 120 hektare tersebut. (z’r)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *