Peringati Harganas, PKS ingatkan Momen Strategis Bonus Demografi

CIBINONG – Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPP PKS, Wirianingsih mengingatkan pemerintah akan momentum strategis yang saat ini tengah dihadapi bangsa adalah bonus demografi, di mana jumlah penduduk yang berusia produktif (kisaran usia 15-64 tahun) lebih besar jumlahnya daripada penduduk dengan usia non produktif, yang saat ini sedang berlangsung dan puncaknya pada 2028-2031.

Wirianingsih mengungkapkan, pada tahun tersebut diperkirakan jumlah penduduk berusia produktif sebanyak 180 juta orang dan yang berusia non produktif sebanyak 60 juta orang.

“Dalam waktu yang kurang dari satu dasawarsa kita harus menyiapkan agar momentum bonus demografi ini menjadi berkah bagi Indonesia, ialah ketika penduduk yang berusia produktif itu memiliki kualitas yang unggul,” ujarnya di halaman kantor DPD PKS Kabupaten Bogor, Minggu (6/8).

Wirianingsih melanjutkan,  fenomena ini harus disikapi serius demi menuju pada keunggulan SDM pada saat-saat puncak bonus demografi.Salah satunya soal kualitas SDM. Kondisi saat ini menunjukan bahwa Indonesia belum memiliki kekuatan kompetitif yang memadai.

Berdasarkan tingkat pendidikan, lanjut dia, 70% SDM Indonesia baru memiliki jenjang pendidikan dasar, sementara yang memiliki pendidikan menengah sebanyak 22,40 persen, dan yang berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 7,20 persen.

“Sekedar perbandingan dengan jiran kita Malaysia, yang tenaga kerjanya memiliki tingkat pendidikan menengah sebesar 56,30%, pendidikan dasar 24,30%, dan 20,30% pendidikan tinggi,” jelas dia.

Ditempat yang sama, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman mengingatkan Pemerintah untuk mempersiapkan dengan serius dalam menghadapi, mengelola dan memanfaatkan bonus demografi. Bonus demografi, menurut dia, bisa menjadi hal yang positif, namun juga bisa membuat negara menjadi terpuruk jika tidak dikelola dengan baik.

“Bonus demografi ini merupakan momentum yang mungkin hanya dirasakan satu kali dalam sebuah negara. Contoh yang berhasil mengelola dengan baik yaitu Jepang. Begitu bonus demografi mereka berlalu mereka sudah tinggal landas, tetapi banyak juga negara yang gagal mengelola hal ini,” ujarnya, disela acara peringatan Hari keluarga Nasiolan (Harganas) dan Hari Anak Nasional, di lapangan Gedung DPD PKS Kabupaten Bogor, Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Bogor, Minggu (6/8/2017).

Iman mengatakan, Indonesia masih  punya kesempatan untuk memaksimalkan bonus demografi untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Menurut dia, salah satu kuncinya adalah bagaimana kita memberikan pendidikan yang memadai kepada rakyat Indonesia. “Dari sisi anggaran sudah bagus, tapi bagaimana pemanfaatan, efektifitas dan melalui  program  yang tepat sasaran ini masih mengkhawatirkan,” katanya

Iman memamdang perlunya dikembangakan model pendidikan alternatif, selain pendidikan formal. “Selain itu, PKS menyadari pentingnya pendidikan di dalam keluarga, ini harus jadi perhatian, karena di keluargalah terjadi pewarisan nilai-nilai luhur kita sebagai bangsa,” kata dia

Keluarga, sambungnya, harus menjadi tempat yang nyaman bagi semua anggota keluarga. Jangan sampai, anggota keluarga menjadi runway children, karena tidak nyaman hidup sebagai keluarga. Apalagi, kata Iman, perkembangan teknologi membuat tantangan ketahanan keluarga semakin besar. “Kita ini sedang menghadapi anak-anak kita yang istilah generasi Y, tapi saya menyebutnya generasi C, karena prinsipnya persoalan yang ada pada generasi dimulai dari tiga C,” katanya

C yang pertama, sambung Iman, adalah Creatif. Menurut dia, generasi saat ini merupakan generasi yang sangat kreatif, karena itu, peran keluarga sangat penting dalam menyalurkan kreatifitas anak-anak. “C yang kedua, Conectifity, teknologi informasi membuat mereka tersambung dengan berbagai sumber pengetahuan, boleh jadi orangtua menjadi informasi yang kesekian, padahal orangtua merupakan media yang efektif dalam pewarisan nilai luhur,” katanya

Yang terakhir, adalah colaboratif. Menurut Iman, generasi saat ini sangat mudah berkolaborasi. Persoalannya adalah sulitnya mengontrol pergaulan mereka. “Mereka sangat mungkin berkolaborasi dengan orang di luar rumah, hal ini juga menjadi sangat rawan,” tandasnya (ful)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *