Soenmandjaja Ajak Warga Bogor Pahami 4 Pilar

Bogor – inionlinr.id – Berdasarkan ketentuan pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014, MPR mempunyai tugas: memasyarakatkan ketetapan MPR; memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Soenmandjaja yang juga anggota Komisi III DPR RI menggelar acara Sosialisasi 4 Pilar di Kantor Kecamatan Dramaga pada Jumat (16/06) yang lalu. Hadir dalam pertemuan tersebut Danramil Mayor Daru Cahyo, Camat Dramaga, dan Wakapolsek Dramaga. Juga hadir beberapa tokoh masyarakat dari kalangan pemuda dan Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Wasto Sumarno selaku moderator.

Soenmandjaja kembali mengingatkan kepada para peserta, yang sebagian besarnya adah kaum muda, untuk senantiasa terus belajar dan memahami Pancasila dan sejarah lahirnya. Ini penting untuk diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia, terutama oleh kaum muda, agar tidak buta sejarah dan agar menjadi generasi penerus yang siap mempertahankan dan mengamalkan Pancasila. Pancasila, sambung Soenman, dengan segala latar sejarahnya merupakan hasil pemikiran dan renungan yang mendalam dari para Bapak Bangsa Negeri ini. Mereka berfikir tentang masa depan Bangsa Indonesia. Mereka berfikir bagaimana nasib bangsa ini ke depannya, setelah dijajah oleh bangsa asing ratusan tahun lamanya. Oleh karena itu para pendiri negeri ini, para pahlawan bangsa, berfikir keras di atas landasan apakah kelak bangsa ini akan didirikan.

Indonesia terdiri dari berbagai agama, keyakinan, kepercayaan, adat istiadat, dan kebudayaan. “Karena keanekaragaman itulah diperlukan sebuah platform of nation yang bisa mengayomi keseluruhan bangsa ini,” ujar Soenman dengan penuh semangat. Soekarno dengan gagasan dan ide cemerlangnya tampil di hadapan Rapat Besar BPUPKI Tahun 1945 kala itu, mencoba memperkenalkan dan meyakinkan kepada bangsa Indonesia bahwa Pancasila sanggup menjadi pemersatu Bangsa Indonesia yang berbhinneka Tunggal Ika ini. Tak seorang diri, gagasan Soekarno juga diamini oleh Prof M Yamin dan Supomo. Mereka tidak jauh berbeda pemikirannya dengan Bung Karno kala itu, meski sering berseberangan.

Terlepas dari perdebatan sejarahnya, dan kapan lahirnya, Pancasila ini telah menjadi dasar negara Indonesia yang urutan sila-silanya tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Dan kita wajib mempertahankannya,” sambung Soenman yang sudah menjadi anggota DPR sejak 1999 itu.

Harus diakui, kata mantan dosen IPB itu, bahwa salah satu jasa besar Presiden Soeharto adalah mengeluarkan Inpres No. 12 Tahun 1968, di mana dalam Inpres tersebut dijelaskan dan dikukuhkan bahwa Pancasila itu adalah apa yang kita lihat sekarang, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam Inpres tersebut terdapat istilah Pancasila dan urutan sila-silanya yang berbentuk tabulatif. Jadi, dalam Inpres No 12 itulah “pertemuan” antara Pancasila dan sila-silanya. “Pancasila yang urutannya seperti itu hanya ada dalam Inpres No. 12 tahun 1968 tersebut,” urai lelaki yang pernah menjadi aktivis Menwa itu. Sementara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 sekalipun tidak ada kata-kata Pancasilanya, yang ada hanya urutannya, itupun tidak tabulatif.” Jadi menurut pria kelahiran Sukabumi itu, “Itu lah salah satu jasa besar Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto.”

Memang benar bahwa istilah Pancasila dan urutan sila-silanya seperti apa yang kita ketahui sekarang telah ada dalam bentuk produk hukum berupa Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Panca Karsa), namun saat ini produk hukum tersebut tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tersebut telah dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.

Sebagai Dasar Negara, dan sebagai sesuatu yang sangat penting bagi bangsa, menurut Soenman, “Seharusnya Pancasila dan urutan sila-silanya itu dimasukkan ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, bukan hanya ada di Inpres, agar antara Pancasila dan sila-silanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak terpisah-pisah. Bisa bertemu dalam satu kesatuan,” pungkas Soenman sebelum menutup pembahasannya. (SUR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *