Menag Berharap Masjid Istiqlal Jadi Pusat Kajian Islam

Headline, Nasional157 views

Jakarta – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap Masjid Istiqlal menjadi pusat kajian ilmu-ilmu keislaman di Indonesia seperti Masjid Al-Azhar Mesir. Harapan ini disampaikan Menag saat menghadiri Milad Masjid Istiqlal ke-39, Rabu (22/02) di Jakarta.
Menag hadir bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla yang membuka puncak perayaan Milad masjid nasional ini.
Menurut Menag, pengajian kitab kuning yang selama ini dilaksanakan rutin di Masjid Istiqlal bisa menjadi cikal bakal pusat kajian keislaman yang kuat.

“Pengajian rutin ba’da Jumat maupun ba’da shalat rawatib diisi oleh pakar di bidang tasawuf, tafsir, hadits, fiqh dan lain-lain. Tinggal melembagakan,” ucap Menag.
Selain menjadi pusat ilmu keislaman, Menag berharap Masjid Istiqlal dapat memelopori pelatihan khatib atau dai secara lebih baik dan terprogram. Dia menegaskan, aspirasi masyarakat tentang perlunya standardisasi khatib atau dai perlu dijawab Istiqlal dengan mendirikan pusat pelatihan khatib/dai yang representatif.
Mengapresiasi keterlibatan umat berbagai agama dalam bersih-bersih masjid minggu lalu, putra mantan Menteri Agama Saifuddin Zuhri ini mengusulkan Masjid Istiqlal juga berperan sebagai pusat kerukunan. “Istiqlal bukan saja simbol kerukunan umat beragama, tapi wadah toleransi umat beragam agama untuk hidup rukun dan berdampingan. Letak Istiqlal yang berdampingan dengan Katedral menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia bisa hidup berdampingan dengan umat lain,” tegasnya.
Lebih dari itu, di usianya yang ke-39 ini, Istiqlal juga harus hadir sebagai pusat kebudayaan Islam. Menag mencontohkan Taman Ismail Marzuki (TIM), Salihara, atau Bentang Budaya yang menjadi oase di tengah hiruk pikuk kehidupan kota metropolitan Jakarta.

Hal yang sama, harusnya Istiqlal dapat menawarkan sentuhan budaya Islam yang sesuai lingkungan kota.
“Puisi, seni musik, dan kaligrafi yang begitu kaya di Indonesia adalah basis budaya Islam yang dapat dikembangkan di Istiqlal,” harapnya.
Milad Istiqlal ke-39 ini diisi dengan berbagai kegiatan. Bersih-bersih masjid yang dimotori kelompok pencinta alam dari berbagai latar belakang agama telah dilaksanakan sejak 10-21 Februari 2017.
Milad Istiqlal juga diisi dengan pameran kebudayaan, seni kaligrafi, dan dokumentasi sejarah Istiqlal yang berlangsung dari 22-27 Februari.

Pameran tersebut melibatkan seluruh unit pada Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud, mulai dari Direktorat Sejarah, Direktorat Kesenian, Direktorat Pelestarian Budaya dan Kemuseuman, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Kepercayaan dan Tradisi, Museum Nasional, serta Galeri Nasional.
Seremonial Milad Itiqlal ditutup pada tanggal 27 Februari 2017 dengan penyelenggaraan forum diskusi dalam menggali kembali nilai-nilai kebhinekaan dan kebangsaan, presentasi sejarah Masjid Istiqlal, serta pertunjukan musik dan qasidah.
Milad Istiqlal ini kali mengangkat tema ‘Istiqlal, Keislaman, dan Keindonesiaan’. Tema ini dinilai relevan dengan kondisi sekarang untuk menyegarkan kembali ingatan bangsa tentang pentingnya merawat cita-cita kemerdekaan dalam semangat kebhinekaan. Sesuai namanya, selain menjadi simbol kemerdekaan, Masjid Istiqlal juga menjadi simbol Islam moderat dan sekaligas ruang pencerahan umat.
Pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Masjid yang terkenal sebagai simbol kemerdekaan dan persatuan bangsa Indonesia ini penggunaannya diresmikan pada 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto. Sejak saat itu, Masjid Istiqlal digunakan untuk berbagai aktivitas peribadahan, termasuk yang berskala nasional. (al/Kemenag)