KASN: Capai 10 Ribu Kasus Potensi Pelanggaran Netralitas Pemilu 2024

Politik257 views

Inionline.id – Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengungkap adanya potensi pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2024 yang diperkirakan mencapai 8 ribu hingga 10 ribu kasus.

Ketua KASN Agus Pramusinto menjelaskan potensi ribuan kasus pelanggaran netralitas ASN itu dihitung berdasarkan perbandingan kasus pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020.

Saat itu tercatat jumlahnya mencapai 2.034 kasus.

“Sementara pesta demokrasi tahun depan ada pileg, pilpres, dan pilkada serentak. Sehingga memiliki potensi empat sampai lima kali (lipat) pelanggaran,” kata Agus di Sleman, DIY, Kamis (7/12).

“Jadi, kami harus kerja keras tentu saja. Kami harus bekerja sama dengan berbagai pihak,” lanjut dia.

Agus menegaskan jika lembaga yang dipimpinnya menjalankan serangkaian upaya pengawasan bersifat preventif dan represif.

Pengawasan preventif dilaksanakan lewat penilaian evaluasi terhadap instansi pemerintah dalam penerapan sistem merit hingga kepatuhan pelaksanaan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.

ASN tanpa terkecuali, lanjut Agus, wajib bersikap netral serta menjauhkan diri dari keterlibatan politik praktis. Sebagai abdi negara harus mampu menjadi teladan dengan menunjukkan pelayanan publik secara objektif, adil, dan bebas dari pengaruh politik demi menjaga imparsialitas birokrasi.

“Netralitas bukan sekadar kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga pemeliharaan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan,” jelasnya.

Akan tetapi, sejauh masa kampanye Pemilu 2024 yang baru berjalan sepekan lebih, Agus mengakui sudah menerima laporan indikasi pelanggaran netralitas ASN di sejumlah daerah. Walaupun dia belum bisa membeberkan berapa banyak jumlah laporan masuk.

Agus memastikan KASN tetap melakukan kajian serta menghimpun bukti-bukti terkait indikasi pelanggaran itu.

“Harus ada bukti-bukti dan tentu saja nanti kalau sudah terbukti akan kami beri rekomendasi untuk pemberian sanksi,” tegasnya.

“Setiap jenis pelanggaran ada sanksi dan nanti yang memberikan sanksi adalah Badan Kepegawaian Negara, tergantung dari berat tidaknya. Ada yang hanya peringatan ringan, ada penurunan jabatan, dan ada penundaan kenaikan pangkat,” kata Agus.