Inionline.id – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berbicara tentang situasi demokrasi di Indonesia saat ini. Mulanya, ia mengatakan demokrasi bisa berakibat positif atau negatif bagi seorang pemimpin.
JK mencontohkan Presiden ke-3 RI BJ Habibie yang membangun demokrasi setelah reformasi 1998. Namun, akhirnya demokrasi pula yang menjatuhkannya.
Ia pun mengatakan hal serupa terjadi di masa sekarang. Menurut JK, muncul masalah demokrasi dalam waktu kurang dari 10 tahun ini.
“Lebih cepatnya terjadi. Belum 10 tahun sudah bermasalah demokrasi kita di Indonesia ini dengan segala macam masalahnya. Berbicara tentang dinasti lah, bicara tentang nepotisme. Lebih cepat dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya,” ujar JK di Habibie Democracy Forum yang digelar di Jakarta, Rabu (15/11).
Politisi senior Golkar itu pun membandingkan dengan era Soekarno dan Soeharto. JK menilai Soekarno dan Soeharto tak berpikir soal membangun “dinasti” ketika menjabat.
“Bung Karno tak berpikir dinasti, Pak Harto juga tidak. Walaupun Tutut [jabat] Menteri Sosial beberapa bulan. Tapi enggak berarti. Hanya menteri saja, enggak mau tampuk kekuasaan,” ucapnya.
JK lantas menjelaskan suatu pemerintahan bisa runtuh jika terjadi dua krisis dalam waktu bersamaan. Ia mencontohkan di tahun 1966 terjadi krisis politik dan ekonomi.
Hal yang sama terjadi pada tahun 1998. Pemerintahan otoriter Soeharto dan krisis moneter memicu kejatuhan presiden.
“Karena tujuannya kemakmuran yang adil. Kemakmuran tak jalan, adil tak jalan, demokrasi tak jalan, maka terjadilah,” katanya.
Karena itu, kata JK, situasi itu harus dihindari di masa sekarang. Ia mengingatkan ketika mayoritas publik protes, maka bisa terjadi krisis politik.
“Pers, parpol, tokoh masyarakat bicara, bahwa ini kita menjauh dari demokrasi, agak menjauh juga dari tujuan. Maka kita harus perbaiki,” ucap JK.