Reformasi Jadi Tantangan, Kabareskrim Akui Masih Ada Polisi Korup

Inionline.id – Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada mengakui sampai saat ini masih ada segelintir anggota kepolisian yang bersifat koruptif.

Hal tersebut disampaikan Wahyu dalam paparannya di acara Badan Pembina Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM dalam tema ‘Strategi dan Sinergitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi’, Rabu (25/10).

Wahyu mulanya menjelaskan bahwa persoalan korupsi tidak serta-merta disebabkan ada tekanan ekonomi semata. Menurutnya, faktor utama timbulnya perilaku koruptif karena masih banyak pejabat yang bersifat ‘rakus’.

“Kalau kita bicara penyebab korupsi sebenarnya lebih banyak pada masalah greedy saja, masalah rakus. Ada orang yang mengatakan korupsi karena tekanan, tekanan apa, gajinya kecil? Ada juga orang yang gajinya kecil tidak korupsi,” tegas jenderal bintang tiga itu.

Menurutnya, sifat rakus (greedy) itulah yang kemudian berkembang menjadi aksi korupsi ketika menempati posisi atau jabatan strategis. Oleh karenanya, ia menilai kultur antikorupsi sudah harus ditanamkan sejak dini terhadap seluruh masyarakat Indonesia, tak terkecuali di jajaran penegak hukum termasuk anggota Korps Bhayangkara.

Kesulitan reformasi kultural di Polri

Wahyu mengatakan Polri telah melaksanakan reformasi di bidang instrumental, struktural, dan kultural sejak 1997 silam.

Meski begitu, Wahyu mengatakan reformasi di bidang kultural merupakan hal yang cukup sulit dan masih terus dilakukan sampai saat ini.

Ia menyebut dari ratusan ribu anggota yang ada, masih kerap ditemukan sejumlah pihak yang berperilaku nakal dan koruptif.

Lebih lanjut, Wahyu mengatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah memerintahkan untuk menindak tegas seluruh anggota yang melanggar aturan.

“Pak Kapolri sudah memberikan penekanan penegakan, tindak tegas terhadap mereka yang melakukan tindakan koruptif dan berikan reward kepada mereka yang bisa bekerja dengan baik,” ujar pria yang pernah menjabat Asisten SDM Kapolri tersebut.

“Tapi ya tidak (mudah), masih terus ada (anggota yang koruptif). Ini tidak mudah menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” imbuhnya.

Di sisi lain, Wahyu mengatakan pihaknya juga terus melakukan penguatan dalam sektor pengawasan terhadap anggota. Polri, kata dia, juga telah menyediakan sarana pengaduan masyarakat (Dumas) Presisi terkait pelanggaran yang dilakukan anggota.

Melalui pengaduan tersebut diharapkan seluruh bentuk pelanggaran dapat segera ditindak dan tidak lagi terulang di masa yang akan datang.

“Saat ini banyak sekali pengaduan yang masuk, termasuk terhadap instansi kami sendiri. Bareskrim diadukan, tidak masalah. Anggota polisi yang nakal diadukan, untuk bersih-bersih itu suatu hal yang baik,” kata jebolan terbaik (Adhi Makayasa) Akpol 1991 itu.

Kepatuhan LHKPN di lingkungan Polri

Wahyu menjelaskan salah satu upaya yang dilakukan Polri untuk membangun kultur antikorupsi adalah dengan meningkatkan kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di kalangan perwira yang menjadi pejabat negara.

“Di internal sendiri, rekan-rekan selalu berpikir, kalau mau bersihkan korupsi jangan gunakan sapu yang kotor. Kita juga melaksanakan ini. Secara internal kita melaksanakan pertama terhadap kepatuhan LHKPN,” jelasnya.

“Tingkat kepatuhannya saat ini sudah mencapai 95, sekian persen. Cukup tinggi dan tentunya akan terus kita tingkatkan,” sambungnya.

Berdasarkan sumber data Itwasum Polri yang dibeberkan Wahyu dalam forum itu, perkembangan tingkat kepatuhan Polri melejit melewati angka 90 persen sejak 2018 silam. Pada 2016 dan 2017 dipaparkan di sana  tingkat kepatuhan LHKPN Polri adalah 36,93 persen dan 39,7 persen.

Selanjutnya sejak 2018 hingga 2022 secara berturut-turut adalah: 92,25 persen (2018), 96,88 persen (2019), 93,36 persen (2020), 96,2 persen (2021), dan 95,49 persen (2022).

Membandingkan pernyataan Wahyu soal tingkat kepatuhan itu pada ‘dashboard peta kepatuhan’ di laman e-LHKPN KPK.

Hasilnya, untuk periode 2022, tingkat pelaporan LHKPN dari 16.726 wajib lapor di institusi Polri adalah 99,62 persen.

Adapun tingkat kepatuhan–dihitung dari jumlah status pelaporan LHKPN lengkap dibagi seluruh wajib lapor– adalah 89,93 persen atau 15.098 pelaporan lengkap dari total 16.789 wajib lapor di lingkungan Polri.

Data itu diakses dari laman https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/petakepatuhan per pukul 08.06 WIB, Kamis (26/10).

Sementara untuk periode 2023, sejauh ini yang sudah melapor LHKPN di lingkungan Polri baru 9,10 persen (1.616 dari 17.751). Kemudian persentase kepatuhannya adalah 6,51 persen (1.156 dari 17.751).