Soal Ancaman ‘Kiamat’ Nikel RI, Ma’ruf Amin Ikut Bersuara

Ekonomi857 views

Inionline.id – Terkait isu cadangan nikel Indonesia hanya bisa dimanfaatkan paling lama sampai 15 tahun mendatang, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin ikut angkat bicara.

Menurutnya, pemerintah akan melakukan penelitian menyeluruh untuk memvalidasi data terkait cadangan nikel tersebut.

“Itu harus diteliti betul, apa betul cadangan nikel (tinggal 10-15 tahun). Ini pemerintah akan meneliti itu,” ujar Ma’ruf dalam keterangan tertulis, Kamis (31/8).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan daya tahan cadangan nikel Indonesia hanya berada pada kisaran 10-15 tahun saja. Oleh sebab itu, kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan cadangan baru penting untuk segera dilakukan.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM Agus Tjahajana Wirakusumah menilai moratorium pembangunan smelter nikel baru perlu segera dilakukan.

Khususnya, untuk smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi).

“Imbauan Pak Menteri memang (moratorium) lebih baik daripada kesulitan nanti, itu tadi sudah disampaikan bahwa cadangan diperkirakan antara 10 sampai 15 tahun hitungan dari Minerba mungkin 13 tahun lah pertengahan. Kira-kira seperti itu, itu yang harus kita lihat,” ucapnya, Rabu (23/8).

Tak jauh beda dari Kementerian ESDM, Ekonom Faisal Basri memperkirakan cadangan nikel Indonesia akan habis dalam 13 tahun lagi.

Prediksi ia dasarkan pada data cadangan nikel yang dimiliki Indonesia saat ini dan kecepatan eksplorasi yang dilakukan pemerintah saat ini. Mengutip data United States Geological Survey (USGS), ia menyebut Indonesia memiliki cadangan nikel 21 juta metrik ton.

Cadangan tersebut sejatinya sama dengan Australia.

Tepat di bawah Indonesia dan Australia, ada Brasil dengan 16 juta metrik ton, Rusia 7,5 juta metrik ton, New Caledonia 7,1 juta metrik ton, dan Filipina 4,8 juta metrik ton.

Lalu, Kanada punya 2,2 juta metrik ton, China 2,1 juta metrik ton, serta Amerika Serikat 0,37 juta metrik ton.

Namun katanya, meskipun terbanyak, umur cadangan nikel Indonesia paling singkat dibandingkan negara-negara lain. Faisal mengatakan ini disebabkan ganasnya pengerukan nikel di tanah air.

Data yang dimilikinya, pengerukan nikel di Indonesia menembus 1,6 juta metrik ton per tahun.

“Indonesia paling gila, cuma 13 tahun (umur cadangan nikel), kalau seperti yang sekarang. Ini kan smelter nambah terus, jadi bisa lebih cepat (habis). Pak Jokowi enggak peduli sama itu, dapat Rp510 triliun dengan mengeruk semakin dalam kekayaan kita. Nggak dihitung sebagai ongkos, dampak lingkungannya enggak dihitung, enggak benar,” tuturnya di Kantor Redaksi CNNIndonesia.com, Rabu (23/8) lalu.

Faisal mengatakan pengerukan itu berbeda dengan Australia. Negeri Kanguru itu sama-sama punya cadangan 21 juta metrik ton nikel.

Tetapi produksinya hanya 160 ribu metrik ton per tahun. Dengan begitu, umur cadangan nikel Australia masih bisa bertahan 131 tahun, sehingga manfaatnya masih bisa dicicipi generasi-generasi selanjutnya.

Atas masalah itu, Faisal Basri meminta kepada pemerintahan Presiden Jokowi untuk memperbaiki tata kelola pengerukan nikel dan juga hilirisasinya. Pasalnya, untuk hilirisasi nikel, Indonesia hanya mendapatkan keuntungan kecil.

Ma’ruf menuturkan proses hilirisasi nikel yang dilakukan Indonesia saat ini sangat penting. Sebab, itu akan memberikan manfaat signifikan bagi perkembangan teknologi dan menciptakan lapangan kerja di sektor pengolahan nikel.

“Nikel itu kan kita arahnya pada upaya hilirisasi. Jadi hilirisasi nikel itu punya nilai manfaat yang besar baik untuk ahli teknologi maupun juga untuk tenaga kerja kita yang nanti bisa bekerja di tempat-tempat pabrik pengolahan nikel itu,” jelasnya.

Ia menilai melalui proses hilirisasi inilah nantinya negara juga akan memperoleh pendapatan yang jauh lebih besar dari industri nikel. Sehingga, sekali lagi ia menekankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memverifikasi data cadangan nikel Indonesia.

“Mengenai (cadangan nikel) itu saya kira perlu diteliti lagi, apa betul kalau sekian itu, (akan) coba diteliti lagi,” pungkasnya.