21 Juta Warga Indonesia Kekurangan Gizi dan 21,6 Persen Anak Stunting

Headline, Nasional6557 views

Inionline.id – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut ada 21 juta warga Indonesia yang kekurangan gizi dan 21,6 persen anak mengalami stunting.

“Sekitar 21 juta orang atau 7 persen dari populasi kekurangan gizi dengan asupan kalori per kapita harian di bawah standar Kementerian Kesehatan sebesar 2.100 kkal,” ungkap Head of Agriculture CIPS Aditya Alta dalam keterangan resmi, Minggu (9/7).

Selain itu, Aditya mencatat pada tahun lalu ada 21,6 persen anak Indonesia berusia di bawah lima tahun mengalami stunting dengan rasio tinggi berbanding usia yang rendah. Sedangkan 7,7 persen lainnya menderita wasting alias rendahnya rasio berat badan berbanding tinggi badan.

Ia menyayangkan ketersediaan dan akses pangan yang belum memadai ke berbagai penjuru negeri. Hal ini amat berdampak untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk keperluan perut.

Bahkan, Indeks Ketahanan Pangan Global 2022 menempatkan Indonesia di urutan 84 untuk ketersediaan pangan dan 44 untuk keterjangkauan dari total 113 negara. Capaian ini lebih rendah dari negara tetangga, seperti Thailand di urutan 77 dan 39, Vietnam 49 dan 38, dan Malaysia 56 dan 30.

“Di masa depan, permintaan pangan di wilayah termiskin tersebut diperkirakan masih berada di bawah standar asupan kalori harian untuk sumber karbohidrat, seperti beras, jagung, dan tepung gandum,” ramalnya.

Di lain sisi, Aditya menyoroti pembatasan impor beras dan jagung meski Indonesia dihantui kekurangan pasokan. Menurutnya, ini makin memperparah ketahanan pangan dalam negeri.

Ia merinci jumlah permintaan jagung yang terus meningkat tiap tahunnya sebesar 16.280 ton. Begitu pula permintaan tepung terigu serta kedelai yang masing-masing meroket 26.079 ton dan 144,02 ton per tahun.

“Hambatan ini membuat proses impor beras untuk pemenuhan ketahanan pangan maupun cadangan pangan menjadi lambat. Tidak jarang beras impor justru datang di saat panen raya dan harga beras domestik jatuh,” kritik Aditya.

“Demikian pula dengan impor jagung untuk pakan yang hanya bisa dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kondisi ini merugikan peternak kecil yang harus bersaing dengan perusahaan besar dalam memperoleh jagung pakan dari pasar domestik,” tandasnya.