PDIP Akui Mendorong Sistem Pemilu Coblos Parpol Bukan Caleg

Politik557 views

Inionline.id – PDIP akui mendorong sistem pemilu proporsional tertutup. Dengan kata lain, masyarakat cukup mencoblos lambang partai di surat suara Pemilu.

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengungkap, PDIP taat azas dan konstitusi. Sehingga dengan prinsip itu, PDIP mendorong adanya mekanisme kaderisasi di internal partai.

Oleh sebab itu, Hasto mengatakan, PDIP mendorong adanya sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024.

“Kita bukan hanya partai yang didesain untuk menang pemilu, tapi sebagai partai yang menjalankan fungsi kaderisasi pendidikan politik, memperjuangkan aspirasi rakyat menjadi kebijakan publik dan disitulah proporsional tertutup kami dorong,” kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (3/1).

Menurut Hasto, sistem proporsional tertutup juga sangat tepat dalam konteks saat ini. Dimana, ujar dia, ketidakpastian terjadi secara global.

Hasto menyampaikan, PDIP bahkan telah mencoba menghitung biaya kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada 2024 mendatang. Usai dihitung, kata dia, biayanya mencapai Rp31 triliun.

“Tapi nanti KPU yang lebih punya kewenangan untuk menghitung bersama pemerintah biaya pemilu,” ungkapnya.

Hasto menilai, dengan adanya sistem proporsional tertutup, terjadi penghematan sistem menjadi lebih sederhana. Kemudian, kemungkinan terjadinya manipulasi pun menjadi kurang.

“Dulu kan begitu banyak penyelenggara pemilu yang karena terlalu capek akibat pemilu yang begitu kompleks, itu nanti semua bisa dicegah,” jelas Hasto.

Selain itu, Hasto memandang dengan sistem proporsional tertutup, kaum akademisi dari perguruan tinggi, tokoh-tokoh agama hingga tokoh-tokoh purnawirawan lebih mungkin untuk terpilih.

“Karena basenya adalah kompetensi. Jadi proporsional tertutup itu basenya adalah pemahaman terhadap fungsi-fungsi dewan, sementara kalau terbuka adalah popularitas,” kata dia.

Partai politik yang berada di Parlemen kompak menyatakan menolak sistem Pemilu proporsional tertutup atau coblos partai. Dalam UU Pemilu mengatur sistem proporsional terbuka, alias coblos Caleg. Aturan itu digugat oleh dua kader partai politik di Mahkamah Konstitusi (MK).

Delapan parpol di DPR RI menolak. Hanya PDIP yang tak meneken pernyataan sikap tersebut. Berikut isi lengkap pernyataan sikap delapan Fraksi di DPR RI:

Pernyataan Sikap Bersama Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Kita patut bersyukur Indonesia terus mengalami kemajuan dan mencatatkan prestasi di berbagai aspek pembangunan, termasuk dalam pembangunan bidang politik. Sejak 1998, kita memasuki Era Reformasi, salah satu perubahan fenomenalnya adalah terbangunnya sistem politik demokrasi. 

Hingga saat ini, selama hampir 25 tahun, sistem demokrasi kita pun terus berkembang mencari bentuk yang semakin ideal seperti yang dikehendaki oleh rakyat, sebagai yang berdaulat, termasuk dalam pelaksanaan Pemilu.

Kita sudah menjalankan 5 kali Pemilu selama masa reformasi. Selama itu pula kita terus menyempurnakan sistem Pemilu yang semakin mendekatkan rakyat dengan pilihan orisinalitasnya. 

Kita termasuk negara yang menganut sistem Pemilihan langsung, terutama dalam Pemilihan Presiden dan Kepala Daerah. Juga dalam pemilihan legislatif, yang semuanya diatur dalam UUD 1945. 

Itulah juga yang menjadi dasar saat Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008. Sejak itu, rakyat diberi kesempatan untuk bisa mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang per orang. 

Tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya hanya melalui kewenangan partai politik semata. Itulah kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi kita. 

Perpaduan yang sangat indah antara keharusan kedekatan rakyat dengan wakilnya dan keterlibatan institusi Partai Politik yang tetap harus dijunjung. Rakyat kita pun juga sudah terbiasa berpartisipasi denga cara berdemokrasi kita seperti itu.

Oleh karena itu, kemajuan demokrasi kita pada titik tersebut harus kita pertahankan dan malah harus kita kembangkan ke arah yang lebih maju, dan jangan kita biarkan setback, kembali mundur’.