PB PGRI Mengatakan Jika Tunjangan Dihapus, Kesejahteraan Guru di Bawah Minimum

Pendidikan157 views

Inionline.id – Pengurus Besar Persatuan Guru Indonesia (PB PGRI) mengatakan penghapusan ayat terkait tunjangan profesi guru (TPG) di RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) membuat kesejahteraan guru berada di bawah angka minimum.

Ketua Litbang PB PGRI, Sumardiansyah menyebut hal itu tak selaras dengan semangat merdeka belajar yang ingin memerdekakan guru. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI, diikuti secara daring pada Senin (5/9).

“UU tentang Guru dan Dosen yang mengangkat harkat martabat kami sebagai profesi guru dengan kesejahteraan di atas minimum, dengan tambahan tunjangan maslahat dan tunjangan profesi dijadikan standar minimum bahkan di bawah minimum (dengan adanya RUU Sisdiknas),” kata Sumardiansyah.

Menurut Sumardiansyah, hilangnya ayat tunjangan profesi guru dalam RUU Sisdiknas versi Agustus 2022 sangat mencoreng pihaknya. Ia menilai RUU ini sangat berbeda dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mampu mengakomodasi berbagai tunjangan yang dibutuhkan para tenaga pendidik.

Sumardiansyah menjelaskan Pasal 15 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum yang meliputi tunjangan gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus dan tunjangan kehormatan.

Adapun terkait dengan tunjangan profesi guru secara lebih rinci diatur dalam Pasal 16 ayat 1 sampai 6 UU tentang Guru dan Dosen, tunjangan fungsional diatur di Pasal 17 ayat 1 sampai 3, tunjangan khusus dalam pasal 18 ayat 1 sampai 4, dan maslahat tambahan di pasal 19.

“Poin-poin yang menginginkan agar guru mendapat kesejahteraan di atas minimum, hilang dalam RUU Sisdiknas versi Agustus,” ujarnya

Ia menuturkan jika pemerintah menghapus ayat tunjangan profesi guru pada RUU Sisdiknas maka guru hanya akan mengandalkan gaji pokok. Sebab, tidak semua guru mendapat tunjangan khusus dan mereka tak bisa mengandalkan tunjangan fungsional yang jumlahnya tidak signifikan.

Selain itu, tidak semua daerah mendapat tunjangan kinerja karena bergantung pada kekuatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) daerag masing-masing.

Lebih lanjut, Sumardiansyah menilai pengusunan RUU Sisdiknas tergesa-gesa, diam-diam, tidak transparan, dan minim keterlibatan baik ahli maupun partisipasi publik.

Kemudian, roadmap pendidikan yang seharusnya menjadi prasyarat atau acuan dalam penyusunan RUU belum selesai dituntaskan.

Oleh karena itu, PB PGRI menyambut baik usulan Komisi X DPR RI untuk membentuk kelompok pekerja (Pokja) nasional RUU Sisdiknas yang terdiri dari berbagai unsur organisasi.

“Secara substansi bidang pendidikan yang sebelumnya diatur dalam UU 20/2003, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU 12/2005 tentang Pendidikan Tinggi itu masih banyak yang secara substansial belum termuat di dalam UU Sisdiknas,” tuturnya.

Sebelumnya, aturan tentang tunjangan profesi guru tidak tercantum secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas naskah Agustus 2022. Dalam versi terbaru hanya diatur terkait upah, jaminan sosial, penghargaan sesuai dengan prestasi kerja, yakni pada Pasal 105.

Padahal, pada naskah RUU Sisdiknas versi April 2022, aturan mengenai tunjangan profesi guru dimuat pada Pasal 127 ayat 1-10.

Sementara itu, pemerintah secara resmi mengusulkan RUU Sisdiknas masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2023. RUU Sisdiknas yang diusulkan pemerintah disebut akan mengintegrasikan sekaligus mencabut tiga undang-undang terkait pendidikan.

Ketiga UU itu yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.