Untuk Listrik Bersih RI Perlu Investasi Rp16,78 Ribu Triliun

Ekonomi057 views

Inionline.id – Untuk membangun pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) berkapasitas 587 gigawatt (GW) hingga 2060 Indonesia perlu investasi US$1,17 triliun atau setara Rp16,78 ribu triliun (kurs Rp14.350 per dolar).

Jika dirinci, nilai investasi untuk proyek listrik bersih itu adalah pembangunan pembangkit listrik sebesar US$1,042 triliun atau setara Rp14,94 ribu triliun dan transmisi sebesar US$135 miliar atau setara Rp1,93 ribu triliun.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan untuk mewujudkan target EBT dan netralitas karbon di Indonesia, pemerintah akan mendorong melalui dukungan fiskal, regulasi, dan sebagainya.

“Kami menawarkan imbalan hasil yang baik dari investasi yang ditanamkan untuk meyakinkan para investor,” ujarnya dalam acara Mandiri Investment Forum 2022 seperti dikutip dari Antara, Rabu (9/2).

Ia mengatakan saat ini pemerintah mempersiapkan peraturan presiden (perpres) terkait tarif EBT untuk dapat menarik minat para investor agar mau menanamkan modal ke Indonesia.

Adapun, regulasi yang baru diterbitkan adalah peraturan Menteri ESDM terkait pembangkit listrik tenaga surya di atap rumah supaya bisa mendorong minat pasar untuk terlibat dalam pemanfaatan EBT.

Selain itu, Arifin juga menyampaikan pihaknya baru saja meluncurkan rencana pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk meningkatkan proporsi EBT dalam bauran energi nasional.

Lebih lanjut, ia menyampaikan dalam peta jalan EBT Indonesia, dari total kapasitas setrum bersih sebesar 587 GW pada 2060, dari tenaga surya menduduki posisi pertama dengan kapasitas sebesar 361 GW.

Kemudian, diikuti oleh battery energy storage systems (BESS) sebesar 140 GW dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 83 GW.

Direktur Pelaksana dan Kepala Global dari Environmental, Social and Governance (ESG) Aniket Shah mengatakan Indonesia mempunyai potensi untuk memanfaatkan teknologi yang ada untuk melakukan upaya dekarbonisasi jika pembiayaan itu tersedia.

“Ini adalah investasi yang multijuta dolar AS, investor maupun lembaga multinasional harus menyediakan pembiayaan tersebut. Rencana ini harus diimplementasikan melalui kebijakan pemerintah maupun permodalan dari sisi domestik maupun internasional,” terang Aniket.

Ia mengungkapkan selama 15 tahun terakhir telah terjadi peningkatan signifikan investasi global yang diarahkan kepada proyek-proyek ESG dari sebelumnya nol dan sekarang telah menjadi US$100 triliun.

Menurutnya, konsep penanaman modal tersebut sejalan dengan prinsip PBB untuk investasi yang bertanggung jawab.

“Investor internasional mulai memikirkan tentang konsep lingkungan hidup dan investasi netralitas karbon. Ini merupakan dua konsep yang saling berkaitan erat di mana selama 10-15 tahun terakhir telah mengambil alih industri keuangan secara global dan secara besar-besaran,” pungkas Aniket.