Menyusuri Data Klaim Jokowi PPKM Mikro dan Kasus Covid-19 Turun

Headline, Nasional157 views

Inionline.id – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memperpanjang dan memperluas penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di luar wilayah Jawa-Bali, terutama di daerah yang memiliki kasus aktif Covid-19 tinggi.

Tiga daerah lain–selain Jawa-Bali–yang mengikuti kebijakan PPKM Mikro adalah Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.

Pemanjangan dan perluasan PPKM Mikro itu dilakukan Jokowi karena menilai yang dijalankan selama ini terbukti mampu menekan laju transmisi virus corona yang sebelumnya terus mengalami peningkatan.

Tak hanya itu, PPKM skala mikro menurut Jokowi semakin memperlancar komunikasi antarwilayah.

“PPKM mikro ini telah memberikan hasil cukup baik. Penambahan kasus mingguan di 7 provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa barat, Jawa tengah, Yogyakarta, Jawa timur, dan di provinsi Bali. Kelihatan sekali trennya terus menurun. Ini sangat bagus,” kata Jokowi saat menyampaikan keterangan melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (4/3).

Mantan Wali Kota Solo itu juga menegaskan penurunan kasus covid-19 di Indonesia dalam beberapa pekan ini terjadi tanpa penurunan jumlah pemeriksaan covid-19 melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR), tes cepat molekuler (TCM) dan Rapid test antigen.

Untuk diketahui, PPKM pertama kali diterapkan di tujuh provinsi di Jawa-Bali pada 11-25 Januari lalu. Kemudian dilanjutkan PPKM babak kedua yang berlangsung 26 Januari-8 Februari.

Selanjutnya pemerintah mengganti kebijakan dengan nama baru yakni PPKM Mikro yang berlaku 9-22 Februari.

Pemerintah lantas kembali readyviewed memperpanjang PPKM Mikro di Pulau Jawa-Bali babak kedua 23 Februari-8 Maret 2021. Keputusan itu termaktub dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2021.

Bila menilik data kumulatif perkembangan kasus pada PPKM jilid I-PPKM mikro II, kumulatif pertambahan kasus di tujuh provinsi Jawa-Bali itu dapat dilihat sebagai berikut.

PPKM Jilid I 128.509 kasus, PPKM Jilid II naik sedikit menjadi 128.753 kasus. Selanjutnya PPKM Mikro babak I turun menjadi 922.129 kasus, dan PPKM Mikro babak II–yang masih berjalan–yakni 52.003 kasus berdasarkan data 10 hari sementara.

Untuk kasus sembuh mengalami naik-turun, rinciannya PPKM Jilid I 93.399 kasus sembuh, yang kemudian pada PPKM Jilid II naik menjadi 117.742 kasus sembuh. Namun semasa PPKM Mikro Jilid I kasus sembuh turun menjadi 99.043, dan dilanjutkan penurunan lagi dalam PPKM Mikro babak II–yang masih berjalan–yakni 57.570 berdasarkan data 10 hari sementara.

Sedangkan untuk kasus kematian tercatat terus mengalami penurunan kasus. Pada PPKM Jilid I tercatat sebanyak 3.107 orang meninggal di tujuh provinsi Jawa-Bali, dilanjutkan PPKM Jilid II yang memperlihatkan sebanyak 2.773 orang meninggal.

Kemudian pada PPKM Mikro babak I sebanyak 2.220 orang meninggal, dan PPKM Mikro babak II–yang masih berjalan–dilaporkan 1.765 orang meninggal berdasarkan data 10 hari sementara.

Jokowi dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memang menyebut bahwa tren penurunan kasus tidak ada korelasi dengan tren penurunan jumlah tes. Namun, bila dilihat secara kumulatif jumlah tes yang dilakukan secara nasional mengalami penurunan.Angka Kumulatif Tes Covid Nasional yang Menurun

Tercatat pada PPKM Jilid I, hasil pemeriksaan covid-19 kumulatif secara nasional berada di 618.876 orang yang diperiksa. Angka pemeriksaan lantas konsisten mengalami penurunan, seperti pada PPKM Jilid II yang menghasilkan 590.058 orang yang diperiksa.

Penurunan juga terjadi pada PPKM Mikro babak I, secara nasional jumlah orang yang diperiksa pada periode itu yakni 447.429 orang. Sementara pada PPKM Mikro babak II yang masih berjalan 10 hari, tercatat jumlah orang yang diperiksa hanya 393.597 orang.

Sebagai catatan, pemerintah baru resmi merilis hasil laporan tes menggunakan rapid antigen per Rabu (3/3) lalu. Padahal rapid test antigen telah sah digunakan sebagai metode pelacakan kontak erat dan penegakan diagnosis sejak 8 Februari lalu.

Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/446/2021 tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan Corona Virus Disease 2019.

Sementara itu, kasusCovid-19 pertama kali diumumkan di Indonesia pada 2 Maret 2020. Per 5 Maret 2021, kumulatif positif Covid-19 di Indonesia adalah 1.368.069 orang. Dikutip dari data Satgas Covid-19, dari jumlah tersebut sebanyak 1.182.687 orang (bertambah 6.331) dinyatakan sembuh, dan 37.026 orang (bertambah 129) lainnya meninggal dunia.

Sementara itu kasus aktif sebanyak 148.356 orang. Kasus suspek Covid-19 pada hari ini naik menjadi 66.546 orang. Sedangkan spesimen yang diperiksa sebanyak 36.107 sampel.

Menyusuri Data Klaim Jokowi PPKM Mikro dan Kasus Covid Turun

Presiden Jokowi memperluas PPKM Mikro ke tiga provinsi selain Jawa dan Bali karena menilai hal tersebut sukses menurunkan penularan Covid-19.

Sementara itu, Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengkritisi klaim pencapaian Presiden Jokowi terkait penanganan Covid-19. Ia menyatakan itu menanggapi Jokowi yang  memamerkan catatan statistik penanganan Covid-19 di Indonesia.

Satu di antaranya adalah catatan kasus aktif di Indonesia yang lebih rendah dari rata-rata dunia, dan tingginya kasus kesembuhan.

Pandu mengatakan, rendahnya angka kasus aktif Indonesia dibanding dengan rata-rata dunia bukan sebuah pencapaian. Sebabnya rata-rata kasus aktif dunia tidak merefleksikan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia. Ia juga menyinggung angka kesembuhan yang tinggi tak bisa menandakan pengendalian pandemi Covid-19.

“Pak jokowi itu kan membaca data dari analisis orang apakah satgas atau siapa, saya mengkritik jangan membandingkan dengan rata-rata dunia, rata-rata dunia itu apa, tidak merefleksikan apapun dan kemudian jangan melihat angka kesembuhan karena pasti sembuh kecuali dia komorbid,” kata Pandu saat dihubungi, Jumat (5/3).

Sebagai informasi, persentase kasus aktif Indonesia 11,11 persen pada 3 Maret 2021. Sementara rata-rata kasus aktif dunia 18,58 persen. Kemudian ada rata-rata kasus kesembuhan Indonesia mencapai 86,18 persen sedangkan rata-rata dunia sebesar 78,93 persen.

Namun, angka positivity rate Indonesia masih tinggi, yakni 18,6 persen per 3 Maret 2021. Rata-rata positivity rate yang dianjurkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah 5 persen. Lalu tingkat kematian pasien Covid-19 di Indonesia juga masih tinggi, mencapai 2,7 persen di mana rata-rata dunia hanya 2,2 persen.

Pandu menjelaskan, ada empat indikator untuk menilai keberhasilan penanganan pandemi. Empat indikator itu adalah adalah tren peningkatan testing, tren penurunan kasus meskipun testing meningkat, angka hospitalisasi (perawatan di rumah sakit) yang rendah, dan angka kematian yang menurun.

Dengan peningkatan testing, kata Pandu, maka kasus positif bisa cepat diketahui dan mendapat penanganan di rumah sakit atau isolasi mandiri. Sehingga rantai penularan bisa terputus.

Ia mengatakan semakin cepat kasus positif Covid-19 mendapat penanganan, maka angka keparahan bisa ditekan sehingga kasus kematian bisa ikut ditekan seminimal mungkin.

Jika keempat faktor tersebut terpenuhi, dan angka positivity rate bisa ditekan hingga di bawah 5 persen, Pandu baru bisa mengatakan bahwa pandemi Covid-19 mulai terkendali.

“Cukup gitu, enggak usah dibandingkan dengan negara lain. Apalagi dunia. Dunia tuh fase pandeminya beda-beda. Kalau situasinya sama baru bisa dibandingkan. Jadi kritik saya jangan membandingkan dengan rata-rata. Rata-rata dunia itu tidak merefleksikan kinerja dunia,” tuturnya.