Polemik Harga Kedelai dan Melonjaknya Harga Tahu Tempe

Ekonomi057 views

Inionline.id – Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengeluhkan harga kedelai yang terlalu tinggi di dalam negeri. Keluhan itu sempat berbuntut pada rencana mogok produksi.

Hal ini terjadi karena kenaikan harga kedelai yang merupakan bahan baku tahu dan tempe tak serta merta bisa diteruskan ke masyarakat selaku konsumen.

Ketua Umum Gakoptindo Aip Syaifuddin mengatakan sebagian pengusaha tahu dan tempe sebenarnya sempat akan menaikkan harga sekitar 10-20 persen. Namun, rencana ini rupanya tak diamini oleh semua pengusaha secara kompak.

Sebagian pengusaha, katanya, justru tetap menjual tahu dan tempe dengan harga normal agar dagangan tetap laku. Hal ini membuat harga jual tetap rendah pada akhirnya dan membuat sebagian produsen merugi.

“Tapi ternyata yang ambil kesempatan itu juga kewalahan karena harga kedelai naik terus. Akhirnya rapat lah Puskopti di berbagai daerah mereka meminta mogok produksi supaya kompak atau sepakat semua,” ucap Aip, beberapa hari lalu.

Untuk itu, rencana mogok produksi pun diserukan kepada seluruh pengusaha. Tujuannya, agar pemerintah bisa memberi solusi terhadap tingginya harga kedelai dari keran impor.

Usut punya usut, tingginya harga kedelai impor rupanya terjadi karena permintaan meningkat pesat dari China. Hal ini sejalan dengan meredanya ketegangan hubungan dagang antara China dengan Amerika Serikat.

“Pembeli terbesar kedelai di dunia adalah China, yakni sekitar 70 juta ton per tahun. Negara produsen semua jual ke China karena mereka beli yang grade-nya bagus,” tuturnya.

Alhasil, harga kedelai di pasar dunia pun melejit. Data yang dikantongi Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mencatat harga kedelai di pasar internasional naik 9 persen dari kisaran US$11,92 menjadi US$12,95 per busel.

“China membeli sampai dua kali lipat,” ucap Suhanto.

Hal ini membuat harga kedelai impor yang dibeli Indonesia pun meningkat dari kisaran Rp9.000 menjadi Rp9.300 sampai Rp9.600 per kilogram (kg). Akibatnya, biaya produksi para pengusaha tahu dan tempe pun ikut melambung.

Sebab, kedelai menyumbang sekitar 70 persen dari total biaya produksi tahu dan tempe yang dihasilkan. Atas hal ini, Kementerian Perdagangan akhirnya menjalin dialog dengan Gakoptindo.

Hasil sementara, para pengusaha setuju untuk membeli kedelai impor untuk melanjutkan produksi, sehingga stok tahu dan tempe di masyarakat akan kembali normal pada pekan depan. Tapi, kemungkinan harga tahu dan tempe di tingkat konsumen akan naik.

“Ada kemungkinan penyesuaian harga karena pembelian kedelai oleh pengrajin tahu tempe ke importir sudah ada kenaikan, kasihan juga kalau mereka tidak naikkan, nanti merugi,” ujarnya.

Kendati begitu, ia belum bisa memperkirakan berapa besar kemungkinan kenaikan harga tahu dan tempe nanti. Namun, ia memberi gambaran bahwa kenaikan harga kedelai impor saat ini sekitar 3,3 persen dari harga normal.

“Apakah nanti kenaikannya akan linier juga 3,3 persen atau tidak, atau bahkan 5 persen, itu saya belum tahu. Tapi saya sudah pesan ke mereka (pengrajin tahu tempe) agar jangan terlalu tinggi kenaikannya, yang penting tetap ada untung, tapi jangan membebani masyarakat juga,” tuturnya.

Di sisi lain, Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit mengatakan kementerian sudah berkomunikasi dengan beberapa pihak. Mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, hingga Gakoptindo.

Hasil pembahasan sudah menyimpulkan usulan rekomendasi yang selanjutnya diberikan ke Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Sayangnya, Victoria belum bisa membagi beberapa usulan yang sekiranya akan diambil sebagai jalan keluar dari keluhan para pengusaha tahu dan tempe agar bisa mempertahankan bisnis mereka.

“Pak Menteri sepertinya akan duduk langsung untuk membahas. Semoga ada jalan keluar yang disepakati,” kata Victoria.