Inionline.id – Sebagai masyarakat yang hidup di atas jalur gempa, warga Indonesia memang perlu waspada soal potensi bencana. Riset terbaru soal potensi tsunami setinggi 20 meter di selatan Jawa seolah tidak membiarkan kita terlena. Tapi jangan cemas.
Abaikan saja bila ada hoax meresahkan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Berikut ini hal-hal yang perlu diketahui seputar potensi tsunami setinggi 20 meter itu, dari sumber-sumber yang kompeten.
1. Berasal dari laporan ilmiah
Secara umum, bila dua area di zona megathrust di selatan Jawa runtuh secara bersamaan, bakal ada gempa bermagnitudo (M) 9,1. Gempa raksasa itu bakal memunculkan gelombang tsunami setinggi 20,2 meter.
“Skenario terburuk, yaitu jika segmen-segmen megathrust di sepanjang Jawa pecah secara bersamaan,” kata Sri saat dihubungi, Kamis (24/9).
2. Itu kemungkinan terburuk, bukan prediksi jangka pendek
Penelitian itu mengambil data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sebagaimana diungkapkan Sri, itu adalah skenario alias pemodelan ilmiah. BMKG menjelaskan, hal ini tidaklah sama sifatnya dengan prediksi, misalnya nanti siang akan hujan atau malam ini bakal cerah berawan.
“Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case), bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/9).
Yang terpenting bagi masyarakat adalah mitigasi, yakni tindakan mengurangi dampak bencana. Untuk mengurangi dampak gempa dan tsunami, masyarakat perlu senantiasa menerima edukasi, termasuk lewat informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Gempa adalah fenomena alam yang lumrah di selatan Jawa. Tsunami sudah beberapa kali terjadi dalam rentang ratusan tahun belakangan. Soal kapan terjadi gempa dan tsunami sebagaimana skenario ilmiah itu, tidak ada yang tahu momentumnya.
“Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi,” kata Daryono.
|
3. Potensi sudah sejak dulu kala
Jauh sebelum ada laporan ilmiah yang diungkap ITB itu, potensi tsunami besar sudah ada di selatan Jawa. Gempa dan tsunami juga bukan barang baru sepanjang sejarah Jawa.
Gempa besar (magnitudo 7,0-7,9) sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu:
1903 (M 7,9)
1921 (M 7,5)
1937 (M 7,2)
1981 (M 7,0)
1994 (M 7,6)
2006 (M 7,8)
2009 (M 7,3)
Gempa dahsyat (magnitudo 8,0 atau lebih besar) yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu:
1780 (M8,5)
1859 (M8,5)
1943 (M8,1)
“Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa,” kata Daryono.
Tsunami di selatan Jawa pernah terjadi, pada tahun berikut:
1840
1859
1921
1921
1994
2006
“Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu,” kata Daryono.
4. Gempa megathrust tak melulu gempa besar
Istilah megathrust menimbulkan sensasi kepanikan sendiri. Seolah-olah, megathrust adalah gempa besar yang bakal terjadi. Padahal, megathrust bukanlah gempa besar.
Peta Megathrust (BMKG)
|
Gempa di zona megathrust juga tidak selalu gempa besar. Di selatan Jawa bahkan belum ada catatan mengenai gempa lebih dari M 9,0 sampai saat ini.
“Justru ‘gempa kecil’ yang lebih banyak terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar,” kata Daryono.
Dalam buku ‘Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia’ tahun 2017 disebutkan bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust, yaitu:
(1) Segmen Jawa Timur
(2) Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat
(3) Segmen Banten-Selat Sunda