Guru Penggerak Dinilai sebagai Solusi Belajar Siswa di Wilayah 3T

Pendidikan057 views

Inionline.id – Akses belajar daring di tengah pandemi covid-19 tidak bisa dijangkau semua murid di Indonesia, khususnya di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Anggota Komisi X DPR RI, Zainuddin Maliki menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merekrut relawan dari guru-guru penggerak untuk dikirim ke daerah 3T.

“Guru itu bisa diorganisir dalam satu gugus tugas layanan pendidikan khusus siswa terisolir di tengah wabah covid-19,” kata Zainuddin di keterangan tertulisnya, Minggu, 3 Mei 2020.

Ia beranggapan bahwa tugas guru di sini hampir sama layaknya tugas seorang petugas medis yang harus berinteraksi langsung dengan pasien. Mereka dibekali alat pelindung diri (APD) lengkap, dibekali transportasi dan insentif khusus.

“Guru penggerak tersebut harus door to door, dengan membawa paket pembelajaran yang telah dirancang khusus. Dalam hal ini paket pembelajarannya bukan berbasis konten, tetapi berbasis proyek atau yang dikenal dengan project based learning approach,” ujar Zainuddin.

Interaksi guru dengan siswa tak perlu memakan waktu lama. Cukup 10 menit hingga 15 menit guru menjelaskan proyek yang harus dilakukan siswa. Hasil proyek yang dikerjakan akan ditagih pada kunjungan berikutnya. Dari tagihan tersebut guru harus memperoleh portfolio atau rekam jejak siswa selama sepekan dan evaluasinya dilakukan secara terintegrasi.

“Gunakan media by utility. Pelajaran biologi, misalnya. Siswa bisa diminta cari, kenali, dan ambil tindakan yang seharusnya terhadap perilaku spesies atau flora dan fauna yang ada di sekitar rumahnya. Dari situ bisa dilihat hardskill seperti pengetahuan siswa tentang alam, penguasaan bahasa dan aspek ilmu pengetahuan terkait lainnya,” kata Zainuddin.

Kemudian, berdasarkan protofolio tersebut dapat juga dievaluasi keterampilan ringan seperti kesungguhan, kemauan, kerapian, kreativitas, dan cara siswa menyelesaikan kesulitan proyeknya.

“Segera gerakkan relawan. Layani pembelajaran siswa di daerah terisolasi. Datangi mereka. Mereka juga berhak mendapatkan layanan terbaik dari pemerintah di tengah wabah covid-19,” tuturnya.

Usulan Zainuddin tersebut karena TV Edukasi milik Kemendikbud belum menjangkau seluruh siswa. Data Kemendikbud menyebutkan hanya 6,5 persen siswa di wilayah 3T yang belajar dari rumah bersama TV Edukasi.

“Seharusnya Kemendikbud lebih sungguh-sungguh tangani sehingga TV Edukasi menjadi saluran yang paling dibutuhkan siswa belajar dari rumah,” katanya.

Kemendikbud manggandeng TVRI menjadi untuk menyelenggarakan paket belajar dari rumah. Ini sedikit terbantu melayani siswa yang kesulitan akses internet. Tercatat 52 persen siswa 3T belajar dengan menonton saluran TVRI.

Kendalanya, TVRI pun memiliki keterbatasan. Batas waktu siaran, karena harus dibagi dengan program-program regular TVRI itu sendiri. LPP TVRI juga tidak punya tenaga khusus yang kompeten secara pedagogis.

Hal ini berisiko lamban mengontrol munculnya penayangan pembelajaran yang bergeser dari tujuan pendidikan. Misalnya, terselingi oleh paket iklan yang kontennya bertolak belakang dengan pendidikan anak-anak.

“Faktanya TVRI juga belum seratus persen bisa menjangkau daerah terisolir. Masih banyak siswa didik kita yang tinggal di daerah yang jangankan internet, televisi dan radio pun tak bisa dinikmati. Guna mengatasi daerah terisolasi itu tidak ada pilihan lain siswa di daerah terisolasi itu selain harus didatangi langsung oleh guru,” ucapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *