Dengan Semakinnya Corona Menyebar, Ini Dampak Ngerinya ke Ekonomi RI

Ekonomi, Headline157 views

Inionline.id – Virus corona yang sudah menyebar ke berbagai negara makin banyak menelan korban. Selain korban jiwa, pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terdampak juga akan mengalami penurunan, termasuk ke Indonesia.

Apa saja dampak virus corona ke Indonesia?

Bank Indonesia (BI) bahkan mengkaji ulang proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini. Sebelumnya pada rapat dewan gubernur (RDG) BI periode Februari 2020, bank sentral menurunkan proyeksi ekonomi menjadi 5%-5,4% lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya 5,1%-5,5%.

“Dengan merebaknya tadi (virus corona), kita harus hitung ulang. Sedang dalam proses, nanti akan kita umumkan di RDG ke depan, mungkin lebih rendah dari itu karena dampaknya lebih luas,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020).

Perry menjelaskan, saat ini sumber perekonomian harus diperkuat agar virus corona tak mengganggu fundamental perekonomian.

“Secara keseluruhan ekonomi kita tahan, tapi kita harus perkuat sumber ekonominya, sehingga bisa recover habis corona virus,” jelasnya.

Pada RDG bulan lalu, kata Perry, otoritas moneter melihat ekonomi domestik masih bisa tumbuh hingga 5,2%, dengan catatan sudah memperhitungkan risiko virus corona. Namun wabah Covid-19 yang semakin meluas hingga saat ini, membuat BI harus memperhitungkan kembali ekonomi Indonesia.

“Keseluruhan masih bisa 5,1% tahun ini. Kalau kita push stimulus fiskal bisa 5,2%, kalau tambahan likuiditas bisa 5,2%,” jelas dia.

Jadi RI harus bagaimana?

Bank Indonesia (BI) berupaya untuk menjaga stabilitas dan mendorong perekonomian nasional untuk menghadapi dampak wabah virus corona. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan untuk menghadapi masalah ini, penanganan tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan dibutuhkan koordinasi antar lembaga terkait.

Hal tersebut untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi, berkelanjutan, dan inklusif dengan stabilitas makroekonomi maupun finansial.

“Kita memerlukan tiga jenis kebijakan dalam meningkatkan kapasitas ekonomi melalui transformasi ekonomi agar dapat membangun pondasi yang lebih kuat,” kata Perry di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Dia menjelaskan, reformasi struktural harus berupaya untuk mencapai pertumbuhan tinggi melalui produktivitas modal, tenaga kerja, dan teknologi serta mengembangkan infrastruktur, iklim investasi, maupun perdagangan.

Kemudian untuk kebijakan fiskal bertugas untuk menjaga stabilitas makroekonomi melalui defisit fiskal dan utang publik yang wajar serta terkait pajak maupun alokasi pengeluaran produktif untuk stimulus pertumbuhan yang tinggi dan inklusif.

Memang saat ini, Kementerian Keuangan sedang menyiapkan stimulus fiskal jilid II yang terdiri dari delapan aspek prosedural yaitu penyederhanaan aturan ekspor dan pengurangan pembatasan impor terutama bahan baku.

Kemudian percepatan proses impor untuk 500 importir, efisiensi proses logistik, penghapusan sementara PPh Badan dan UMKM, relaksasi bea masuk, penurunan tarif PPN, dan subsidi pajak.

“Bu Menteri Keuangan dalam waktu dekat akan mengumumkan detail stimulus fiskal jilid II,” ujarnya.

Perry mengatakan bank sentral, pemerintah, dan OJK harus terus bergerak dalam satu sinergi agar dapat menemukan berbagai solusi dan stimulus lainnya.

“Kita diajarkan gotong royong, sinergi, dan hidup rukun sehingga kenapa saya sering bertemu dengan Bapak Presiden, Menteri Keuangan, dan Ketua OJK untuk sharing,” jelas dia.

Menurut Perry, sinergi tersebut juga bertujuan untuk menemukan sumber-sumber baru yang dapat dijadikan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi tanah air ketika sedang tertekan akibat wabah virus corona.

“Kalau ekonomi sedang tertekan kita harus menemukan sumber baru untuk pertumbuhan agar ekonominya bisa membaik meskipun ada virus corona,” imbuhnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *