‘Youth English Camp’, Kampung Inggris Pertama di Sumbar

Pendidikan657 views

Inionline.id – Selama ini, kalangan muda yang ingin memperlancar atau memperdalam kemampuan bahasa Inggris, pergi ke Kampung Inggris Pare di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Tapi sejak tahun lalu, camp yang punya konsep nyaris sama sudah ada di Kota Padang. Yaitu Youth English Camp. Kampung Inggris di Padang ini terletak di Jalan Bukit Sungkai, Kelurahan Lambung Bukit, Kecamatan Pauh Kota Padang.

Dari kampus Universitas Andalas Padang, letak YEC ini hanya berjarak 4,1 kilometer. Lokasi camp ini dapat ditempuh dengan sepeda motor. Letak camp ini di sebuah perbukitan. Siapapun yang mau berkunjung atau mendaftar ke YEC, hanya ke lokasi naik sepeda motor karena jalan menuju ke camp hanya jalan setapak yang sudah berbeton.

“Awalnya camp ini adalah villa yang memang sering dikunjungi sama bule. Owner kami juga dulunya punya usaha travel. Kemudian owner dan beberapa bule berinisiatif mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak muda yang mau belajar. Awalnya hanya English club. Kemudian menjadi English camp,” kata Penanggung Jawab YEC Agustiawan.

Selain sebagai penanggung jawab, Agus juga menjadi salah satu mentor atau pengajar di YEC. Ia menceritakan YEC mulai berdiri sejak 10 Januari 2018. Bila ditotal, kata dia sudah ada 300 lebih murid yang menyelesaikan masa belajar di YEC.

Untuk periode belajar di YEC ini, hanya satu bulan penuh. Mereka memulai aktivitas belajar sejak jam 06.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Tapi untuk aktivitas di luar kelas sudah dimulai sejak selesai solat subuh berjemaah. Sore dan malamnya mereka mengisi waktu dengan fun game atau jalan-jalan bersama ke suatu tempat.

Agus menyebut penerimaan murid setiap periode hanya maksimal 20 orang. YEC belum dapat menerima lebih dari itu karena keterbatasan tempat. Karena mereka menyediakan tempat fasilitas penginapan, berbagai jenis ruang kelas dan fasilitas lainnya.

Untuk biaya registrasi, satu orang hanya dibebankan uang Rp 1,2 juta di luar makan. Untuk makan, mereka menyediakan beras yang bisa dimasak sendiri dan lauk disediakan oleh masyarakat sekitar.

Agus menyebut, mereka menerima semua kalangan yang ingin belajar di YEC minimal pelajar sekolah menengah. YEC tidak menerima pelajar tingkat sekolah dasar karena belum bisa mengurus diri sendiri selama berada di camp. “Minimal SMP, sampai usia berapapun kami terima,” ucapnya.

Di YEC, ada empat kelas. Kelas general, kelas persiapan toefl, kelas persiapan ielts dan kelas akhir pekan. Untuk kelas general ini, kata Agus, akan mengajarkan mulai dari dasar, grammar, berbicara, mendengarkan, dan membaca. Untuk persiapan ielts dan toefl, mereka telah mempersiapkan metode sesuai dengan kemampuan peserta yang telah diukur sebelumnya.

Kemudian untuk kelas akhir pekan diberikan buat peserta yang tidak bisa ikut camp. Kelas dibuka buat peserta yang sehari-hari bekerja atau kuliah. Kelas akhir pekan ini diadakan di Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Padang.

Agus menceritakan, metode belajar Bahasa Inggris di YEC dengan konsep camp ialah mengedepankan komunikasi dua arah. Sebenarnya untuk level yang sudah sampai ke perguruan tinggi, menurut Agus, sudah punya dasar ilmu bahasa Inggris. Yakni sejak bangku SMP, SMA sampai kuliah.

“Bedanya kalau di sekolah formal, belajar bahasa Inggris cenderung dengan komunikasi satu arah dari guru kepada murid. Sementara di camp, mereka lebih pada metode praktek langsung. Termasuk di luar kelas sehari-hari antara sesama murid dan dengan guru atau mentor berbicara dengan English,” ujarnya.

Terlebih setiap periode belajar selama satu bulan, selalu ada guru volunteer dari luar negeri. Saat berkunjung ke YEC, mereka lagi kedatangan seorang volunteer asal San Francisco California, Amerika Serikat, Kyle Zander  (31 tahun). Kyle adalah seorang pelancong yang datang ke Sumatera Barat selama dua pekan untuk berlibur. Kyle melalui jaringannya mendapat rekomendasi untuk mengajar di YEC.

Di sana Kyle diberi fasilitas tempat tinggal dan makan. Jadi sembari berwisata di sejumlah daerah di Sumbar, Kyle mengisi liburan di Sumbar dengan berbagi ilmu Bahasa Inggris dengan pelajar dan pemuda Indonesia. Kyle menyebut selain mengajarkan bahasa Inggris, ia juga dapat bertukar informasi dengan pelajar dan para mentor di YEC mengenai apa saja mengenai Sumbar dan Indonesia mulai dari adat, budaya dan hal-hal khas Indonesia.

“Saya mendapatkan lebih dari apa yang saja ajarkan kepada mereka di sini. Saya merasakan semua serba alami di sini. Hal yang saya tidak dapatkan di negara saya di Amerika Serikat,” ujar Kyle.

Kyle sama sekali tidak dapat berbicara dengan bahasa Indonesia. Hal tersebut menurut pengurus bagian marketing YEC, M Taufik yang mendorong para murid dan mentor di camp tersebut untuk benar-benar mengeluarkan kemampuan berbahasa Inggris. Bila malu-malu atau segan berbahasa Inggris, menurut Taufik, semua yang ada di camp akan rugi tidak dapat berinteraksi dan berbagi ilmu dengan Kyle dan bule lainnya.

Kyle hanya berada di Sumbar selama dua pekan. Sebelumnya sudah ada puluhan bule dari berbagai Negara yang sudah pernah menjadi volunteer di YEC di antaranya berasal dari AS, Inggris, Prancis, Italia, Afrika Selatan dan dari berbagai negara luar lainnya.

Salah seorang peserta yang belajar di YEC, Yusriadi mengatakan, baru menjalani pekan kedua di camp ini. Adi panggilan akrab pemuda asal Pasaman Barat ini termotivasi bergabung dengan YEC supaya bisa bekerja di salah satu perusahaan kaliber internasional.

Adi mengaku, selama ini dia sebenanya punya basis ilmu bahasa Inggris yang ia dapat sejak dari SMP, SMA, sampai kuliah. Tapi, dia ingin gabung di camp supaya lebih banyak praktek.

“Saya di sini merasakan belajar bahasa Inggris tidak ada tekanan. Jadinya terasa lebih ringan,” ucap Adi.

Adi mengatakan, karena konsep camp, tinggal di villa yang sama dengan teman-teman seangkatan, dengan guru dan volunteer, ia merasakan terciptanya hubungan kekeluargaan satu sama lain. Jadinya, Adi merasa tidak perlu canggung lagi untuk mempraktekkan bahasa Inggrisnya.

Hal serupa juga dirasakan Febriwanto, peserta asal Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman. Motivasi Febri masuk ke YEC juga agar bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan internasional. Sebelumnya, Febri bekerja di salah satu perusahaan di Batam, Kepulauan Riau.

Febri memilih berhenti kerja sejenak begitu kontraknya habis. Ia ingin menambah kemampuan bahasa Inggris dengan bergabung ke YEC. “Saat interview kerja di perusahaan asing, kunci pembuka untuk kita mempromosikan diri adalah bahasa Inggris. Makanya saya ikut YEC dulu supaya bahasa Inggris saja lancar,” ujar Febri.

Febri juga merasakan kecanggungan di awal-awal masuk ke YEC. Ia masih merasa malu berbicara sehari-hari dengan bahasa Inggris. Tapi karena setiap hari bersama dan terbiasa, sekarang Febri sudah tidak canggung lagi. Ia tidak perlu lagi berpikir panjang buat mengatakan sesuatu.

Penanggung jawab YEC Agustiawan juga sependapat bahwa cara ampuh memperlancar bahasa Inggris bukan dengan mempelajari. Tapi membiasakan diri untuk mempraktekkan. Di YEC, kata Agus, memang tidak ada hukuman bila ada murid yang tidak mempraktekkan Bahasa Inggris di luar kelas atau saat fun game atau sesi jalan-jalan. Karena YEC ingin menghilangkan faktor tekanan atau beban. “Tidak bagus kalau belajar dengan tekanan,” ujarnya.

Volunteer asal San Francisco California, Amerika Serikat, Kyle Zander mengatakan, 10 murid yang sekarang ia temui di YEC punya potensi untuk mengembangkan kemampuan dan kelancaran berbahasa Inggris. Kyle merasa, bahasa adalah kebutuhan sehari-hari. Bila dicoba setiap hari, dengan sendirinya suatu bahasa akan melekat pada diri seseorang.

Kyle yang baru beberapa hari mengajar di YEC sudah melihat perkembangan yang sangat bagus dari peserta. Kyle sebelumnya belum pernah punya pengalaman mengajar. Kyle hanya mengandalkan bekal kebiasaan persentasi saat masih belajar di kampusnya, University of Houston.

Selama berada di YEC, Kyle merasa bukan mengajar. Ia lebih banyak melakukan diskusi  mengenai suatu hal. Salah satu adalah dengan melakukan fun game. Jadi ia menjadi bagian dari diskusi atau fun game tersebut.

Kyle hanya meluruskan kata atau kalimat yang diucapkan para murid, karena dia sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Penyuka bakso dan pisang bakar itu memposisikan dirinya sebagai pemicu agar para peserta YEC mengeluarkan kemampuan berbicara bahasa Inggris dalam keseharian.

“Saya suka menolong orang. Dan di sini, saya merasakan itu. Saya bisa membantu mereka untuk memperlancar English. Dan semua mereka sudah bagus. Mereka punya progres setiap hari,” ujar Kyle.

Kyle berjanji sepulang dari Indonesia, ia akan menceritakan mengenai pengalaman di YEC, Padang, Sumbar dan Indonesia kepada teman-temannya di San Francisco. Supaya lebih banyak lagi warga Amerika Serikat yang berlibur ke Sumbar dan berbagi ilmu dengan teman-teman di YEC.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *