Fahmi Darmawansyah Mengaku Suap Kepala Lapas Sukamiskin

Nasional157 views

Inionline.id – Terdakwa pemberi suap kepada eks Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen, Fahmi Darmawansyah, mengklaim perbuatannya berawal dari niat baik untuk membantu sesama tahanan mencari nafkah dan kemudahan fasilitas di balik jeruji.

Hal itu dikatakannya dalam menyampaikan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (6/3).

“Saya sungguh tidak menyangka apa yang awalnya dimulai dengan niat baik yang tulus ikhlas untuk membantu tamping (tahanan pendamping) saya, saudara Andri, untuk mencari nafkah kehidupan di dalam lapas dan juga demi kemudahan para sahabat sesama warga binaan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih layak dan nyaman, ternyata berbuah malapetaka,” kata Fahmi.

Dalam pembelaannya, Fahmi juga menegaskan pemberian ke Wahid Husen sama sekali tidak terkait dengan fasilitas kamar, saung, dan lainnya. Ia menyebut semua fasilitas telah diperolehnya jauh sebelum Wahid menjadi Kalapas Sukamiskin.

“Untuk soal ini saya harus menerima pelajaran yang teramat mahal. Saya tidak boleh lagi sembarangan memberikan apapun kepada pejabat negara. Karena saya menyadari sekarang, niat baik selalu jadi duka bila diberikan ke orang yang salah,” ungkap Fahmi, yang juga suami aktris Inneke Koesherawati itu.

Sebelumnya, Fahmi yang merupakan terpidana 2,5 tahun terkait kasus suap proyek di Bakamla ini dituntut hukuman lima tahun penjara oleh JPU KPK.

Fahmi dianggap terbukti bersalah sesuai dakwaan primer Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Selain pidana penjara, ia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp200 juta, subsider enam bulan kurungan.

Dia terbukti telah memberikan satu unit mobil double cabin Mitsubishi Truton, sepasang sepatu boot, sepasang sendal merek Kenzo, tas merek Louis Vuitton dan uang Rp39,5 juta kepada Wahid Husen.

Semua fasilitas itu diberikan lewat Andri Rahmat, terpidana kasus pembunuhan yang menjadi “kaki tangan” Fahmi selama menghuni Lapas Sukamiskin. Sedangkan Andri dituntut hukuman empat tahun bui, denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

Selama mendekam di lapas, Fahmi mendapat sel mewah dengan tarif Rp700 juta, bebas keluar masuk sel tanpa batasan waktu, serta dapat membuat saung mewah, termasuk ‘bilik asmara’ atau ‘bilik cinta’, yang kemudian dikelola Andri, yang disewakan kepada sesama penghuni lapas.

Dalam pledoinya, Fahmi juga mengaku menyesal dan kapok. Di hadapan majelis, ia berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi.

Namun menurutnya, tuntutan lima tahun penjara terasa amat berat. “Di keluarga besar kami, saya adalah adalah tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah,” katanya.

“Saya hanya berani meminta leniency (keringanan) hukuman dari yang mulia majelis,” tambah Fahmi.

Ia juga berharap agar majelis hakim bisa mempertimbangkan permohonannya soal Justice Collaborator (JC) yang diajukannya.

“Melalui pledoi ini saya juga ingin pastikan permohonan kepada majelis agar memutuskan JC pada diri saya. Saya sejak awal telah kooperatif baik saat OTT, penyidikan hingga persidangan,” tuturnya.

Fahmi menjelaskan, selama persidangan dirinya tidak menyembunyikan satupun fakta. Selain bukan pelaku utama, Fahmi juga mengklaim dirinya kooperatif dan ikut mengungkap pelaku lainnya.

“Kami akui kami khilaf. Dan ini semua menurut kami sudah memenuhi syarat memenuhi JC. Bahkan saya izinkan istri saya menjadi saksi memberatkan, walaupun itu bertentangan dengan KUHAP. Tapi apa daya, ternyata dalam tuntutan penuntut umum KPK tidak ajukan JC dan malah menyerahkan sepenuhnya pada pertimbangan dan kearifan majelis hakim,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *