POLEMIK GALIAN TANAH MERAH DI DESA COGREG

PARUNG – Keberadaan sebuah proyek galian tanah merah di Kampung Ombang Desa Cogreg Kecamatan Parung mulai dikeluhkan warga. Pasalnya, menurut keterangan warga dan pengurus lingkungan, galian tersebut tidak memiliki ijin dan ditolak beroperasi oleh warga.

“Kami bersama warga lainnya, telah menolak galian tersebut beroperasi, karena mengganggu aktifitas warga disini,” ujar JN seorang warga sekitar galian yang meminta namanya tidak disebutkan. Pernyataan penolakan juga diungkapkan Indra Ketua RW 1 Desa Cogreg. “Saya tidak pernah memberikan ijin. Bahkan saya bersama Ketua RT dan warga pun sudah menandatangani penolakan dan telah saya sampaikan suratnua kepada Kepala Desa Cogreg,” tegas Indra kepada wartawan, Minggu (5/8/2018).

Indra mengungkapkan, saat ini galian tanah merah tersebut tetap beroperasi meski tidak ada ijin dari seluruh aparatur lingkungan maupun desa. “Mereka (pemilik galian-galian) pernah menghubungi saya agar mau menandatangani izin lingkungan, tapi saya tetap tidak mau,” paparnya. Ketua RW 01 ini juga tidak memungkiri ada sebagian masyarakat yang menandatangi persejuan atas adanya galian tersebut. “mungkin karena diiming-iming uang dan mungkin karema malas berurusan dengan mereka.” papar Indra.

Sementara Suherdi Kepala Desa Cogreg mengatakan bahwa pihaknya juga telah menerima keluhan dan penolakan dari warga dan pengurus lingkungan terkait keberadaan galian tanah merah tersebut. Dia juga menjelaskan, sebetulnya lahan yang menjadi objek galian tanah merah itu masih dalam silang sengketa kepemilikan. “Bagi kami bukan hal masalah tanahnya, tapi permasalahan lalu lintas kendaraan angkutan tanah yang meresahkan dan mengganggu aktifitas warga,” jelasnya. Suherdi menambahkan, mayoritas warga tidak setuju, termasuk pengurus RT dan RW. “Tentu kami juga sebagai Pemerintahan Desa tidak akan mengijinkan,” tandasnya.

Lebih jauh Suherdi menjelaskan, pihaknya atas usulan dan kesepakatan warga telah melayangkan surat penolakan atas beroperasinya galian tanah merah tidak berijin tersebut kepada Camat Parung, Kapolsek serta Danramil Parung juga Kasatpol PP Kabupaten Bogor. “Jadi saya pertegas, kalaupun ada yang setuju beroperasinya galian tanah, itu hanyalah oknum masyarakat yang punya kepentingan pribadi dan ada juga karena yang di intimidasi,” tandasnya.

Dia menegaskan, intinya mayoritas warga dan aparatur lingkungan di lokasi galian telah menyatakan keberatan dan penolakan. “Makanya dalam surat penolakan kami cantumkan tandatangan seluruh pengurus lingkungan, RT, RW, Bhabinmas, Babinsa dan lainnya. Ini guna melengkapi administraai bahwa kami serius meminta adanya penegakan hukum dan penegakan peraturan daerah (Perda).” Pungkas Kades Cogreg.

Dikonfirmasi adanya informasi penolakan warga tersebut, pengelola galian Asep Mulyadi membantah jika pihaknya dituduh tidak memiliki ijin. Menurutnya, langkah dan prosedur untuk beroperasinya galian sudah dilakukan pihaknya. Dia menceritakan, sebelum melakukan cut and fill di Kampung Ombang Desa Cogreg dirinya telah melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda setempat.

“Itu dilakukan pada tanggal 26 dan 27 Juli 2018. Ada 14 orang para tokoh pemuda sebagai korlap yang diketuai Pak Neong,” paparnya. Dia menambahkan, setelah itu langsung dilanjutkan dengan koordinasi guna melakukan izin lingkungan dan izin lintas terhadap RT 04 dan 03 di RW 01 serta RT 02 dan 05 di RW 07 Desa Cogreg. “Kami juga melakukan koordinasi dengan 113 pemilik rumah sepanjang jalan yang dilalui,” ujarnya.

Selain itu, pria yang akrab disapa Tagor ini juga mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pelebaran dan pengerasan jalan di RT 03 RW 01 sepanjang 400m, yang sebelumnya hanya lebar 2,5 meter menjadi lebar 6 meter. Dia juga menuturkan, telah melakukan tambal sulam jalan Suka Bakti sampai ke sepanjang jalan raya. “Kami juga memberikan kompensasi sesuai permintaan dan kesepakatan warga. Dan semuanya sudah saya bayarkan. Hasilnya warga mmemberikandl dukungan dan menandatangani surat dukungan serta memberikan foto copy KTP,” paparnya.

Masih menurut Asep Mulyadi, selanjutnya pada tanggal 1 Agustus 2018, dirinya menghadap Kamera Cogreg untuk mengetahui dan memberikan stempel serta tanda tangan. “Namun Kades mengatakan belum bisa karena lahan tersebut sengketa. Padahal sudah saya jelaskan bahea PT Jasana Pembara belum pernah menjual lahan tersebut, jadi tidak ada sengketa,” paparnya.

Asep Tagor menambahkan, Kades tidak berhak bilang sengketa karena itu sub materi hukum. Tugas Kades adalah memberikan pelayanan sebagaimana di atur UU Nomor 6/2014, Permendagri Nomor 02/2017 dan UU no 25/ 2009. Asep menandaskan, pihaknya memerlukan pelayanan Kades, karena surat dukungan ini akan kami bawa ke Camat dan ke Pemda Bogor guna mendapat izin retribusi, sesuai Perda nomor 10 tahun 2002 tentang izin gangguan. Namun saat tubuh, lanjutnya, Kades tetap belum mau menandatangani, dengan alasan ada warga yang menolak dan minta diselesaikan dulu. Setelah kami kros cek ternyata sebagian warga RT 04 RW 01 yang sudah mendukung, ternyata kemudian melakukan penolakan karena dapat tekanan dari Kades melalui RW. Saya punya bukti – buktinya.” Pungkasnya.

Info yang dikumpulkan awak media ini, kedua belah pihak saat ini sudah menempuh caranya masing – masing guna mempertahankan argumentasinya. Pengelola galian Asep Mulyadi telah melakukan somasi terhadap Kepala Desa Cogreg melalui kuasa hukumnya. Sedangkan Kepala Desa Cogreg sudah melayangkan surat penolakan warga kepada Camat dan Kapolsek Parung, Satpol PP Kabupaten dan lainnya. Camat Parung Daswara Sulanjana yang dihubungi wartawan mengaku telah menerima surat penolakan warga tersebut. “Sudah kami terima, saya diposisikan ke Pak Sekcam untuk ditindaklanjuti.” jawabnya singkat.

Sementara Kabid Perundang-Undangan Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridho mengaku baru mengetahui adanya perihal galian ini. “Nanti akan kami cek dulu informasi dan faktanya.” jawabnya singkat. (MUL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *