Pendapat Pengamat : Politik SARA Masih Jadi Catatan Buruk di Pilkada Serentak 2018

Headline, Nasional057 views

Jakarta, Inionline.Id – Ray Rangkuti selaku pengamat politik berpendapat bahwa isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih menjadi catatan buruk di Pilkada Serentak 2018.

Contohnya adalah isu SARA yang menguat di Sumatera Utara dan Jawa Barat menjelang hari H pemilihan.

“Sumatera Utara dan Jawa Barat itu meningkat di 2 minggu terakhir sebelum pencoblosan, tapi di awal tenang,” kata Ray saat menjadi pemateri diskusi di Kantor PARA Syndicate, Jumat (29/6/2018).

Menurut Ray, bisa jadi isu SARA yang dimainkan di akhir berkaitan erat dengan ketidakpercayaan diri pasangan calon (paslon) tertentu dengan survei-survei elektabilitas.

Dia mengelaborasi hasil Pilkada dengan survei-survei yang pernah berkembang di masyarakat.

“Seperti di Jawa Barat, pada akhirnya beberapa paslon yang ternyata diprediksi tidak akan bisa masuk 2 besar justru akhirnya bisa mendapatkan suara yang signifikan pada pemungutan suara,” ujarnya.

Demikian pula yang terjadi di Sumatera Utara, di mana hasil survei yang awalnya bersaing ketat, nyatanya paslon nomor urut 1 mampu unggul jauh atas paslon nomor urut 2.

Ray menambahkan, tidak langsung bisa disebut jika faktor SARA yang menyebabkan meningkatnya suara paslon-paslon tersebut.

Oleh karena itu, menurutnya, dibutuhkan kedepannya survei-survei lanjutan yang bisa mengukur seberapa efektif isu SARA meningkatkan perolehan suara.

“Apakah SARA bisa naikkan elektabilitas orang, mungkin butuh survei lanjutan,” ujar Ray.

Sebelumnya, Setara Institute melaporkan bahwa secara kuantitatif politisasi SARA paling banyak terjadi di Pemilihan Gubernur (pilgub) Sumatera Utara dan Jawa Barat.

Pada laporan tersebut, pasangan Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) menjadi korban 13 bentuk kampanye bermuatan SARA.

Mulai dari Djarot bukan putra daerah dan ke-Islam-annya diragukan, larangan memilih pendukung penista agama, larangan memilih pemimpin non-muslim, sampai tamasya Al-Maidah pada hari pencoblosan.

Sementara di Jawa Barat, pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) dan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (2DM) menjadi korban paling banyak politisasi SARA.

Pasangan Rindu menjadi sasaran politisasi SARA dalam tiga bentuk kampanye dengan dua isu utama, yakni Ridwan Kamil penganut Syiah dan pasangan Rindu tidak syar’i karena didukung oleh oleh kaum LGBT.

Sedangkan pasangan 2DM menjadi sasaran tiga bentuk kampanye dengan dua isu utama yaitu pasangan 2DM didukung oleh paranormal dan penganut kepercayaan serta tidak syar’i karena memohon dukungan kepada sosok gaib melalui ritual mistis.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *