APBN perlu model untuk Pembangunan Daerah Pasca Bencana

Padang,- Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Suahasil Nazara menyatakan pentingnya terobosan untuk membuat skema keuangan mengenai perencanaan keuangan ketika terjadi bencana alam dan pemulihannya. Hal ini disampaikan Kepala BKF dalam pidatonya mewakili Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada acara “APEC Seminar on Disaster Risk Financing in the Asia Pacific Region”, Padang, Selasa (05/12).

“Masalah utamanya saat ini adalah bagaimana mengalokasikan budget untuk pembangunan daerah paska bencana. Pembangunan paska bencana (post disaster development) memerlukan pembiayaan yang berbeda dengan bantuan pada saat terjadinya bencana,” jelas Kepala BKF.

Masalah penanganan paska bencana tidak hanya dialami oleh pemerintah daerah namun juga oleh pemerintah pusat. Untuk tingkat masyarakat, walaupun beberapa perusahaan asuransi telah menyediakan pertanggungan atas kerusakan akibat terjadinya bencana alam, namun saat ini dirasakan jumlah perusahaan asuransi masih belum memadai.

“Pembiayaan untuk pembangunan kembali paska bencana sungguh merupakan sesuatu yang menantang. Masyarakat dapat mengasuransikan aset-asetnya. Tapi saya pikir salah satu masalahnya adalah kita butuh lebih banyak lagi perusahaan asuransi yang bersedia menyediakan jasa pertanggungan atas bencana alam yang terjadi,” tambahnya.

Menurutnya, permasalahan menjadi lebih pelik ketika membahas skema keuangan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas sosial lainnya seperti pendidikan dan kesehatan paska bencana alam. Salah satu masalah mendasar adalah skema APBN saat ini tidak memadai untuk mengantisipasi alokasi untuk pembangunan paska terjadinya bencana alam.

“APBN relatif cukup cepat dalam menyediakan bantuan-bantuan jangka pendek ketika terjadi bencana alam, namun APBN dirasa belum mampu untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara skema pembiayaan untuk membangun kembali ekonomi suatu daerah paska bencana. Hal ini cukup sulit karena APBN direncanakan untuk pembiayaan-pembiayaan tertentu, terbatas pada satu tahun fiskal. Beberapa negara mencoba mengembangkan pendanaan jangka menengah, tapi skema ini biasanya bukan termasuk pada konsep untuk penanganan risiko bencana alam. Skema ini lebih pada alokasi untuk pembangunan infrastruktur 3-5 tahun ke depan, pembangunan kesehatan dan pendidikan,” tegasnya.

Untuk itu, diperlukan adanya masukan-masukan dari para pakar baik dari dalam maupun luar negeri terutama yang telah memiliki pengalaman mengelola dan membangun kembali daerah paska bencana alam. Selain itu, ia juga mengharapkan adanya keterlibatan swasta secara aktif dalam pembangunan paska bencana melalui program kemitraan pemerintah-swasta .

“Saya juga percaya bahwa kemungkinan skema kerjasama pemerintah dan swasta sangat penting untuk skema pembiayaan bencana alam. Jadi saya berharap untuk memperoleh model-model skema pembiayaan yang berbeda dan juga masukan dari komunitas internasional,” tutupnya. (Kemenkeu/na)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *