Banjir Di Smarinda, Tambang Batubara dituding Ikut Serta Jadi Penyebabnya

Inionline.id – Keberadaan tambang diduga turut menjadi andil terjadinya banjir di Samarinda, Kalimantan Timur. Pegiat lingkungan mendesak Gubernur Kaltim untuk segera mencabut puluhan izin tambang batu bara yang masih mengepung Samarinda. Lebih dari separuh luasan Samarinda, merupakan areal konsesi pertambangan batu bara, yang terus mengancam menenggelamkan ibu kota provinsi.

Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Forum Satu Bumi, yang di dalamnya berasal dari beragam organisasi pegiat lingkungan, Jumat (7/4) siang, demonstrasi di kantor Pemprov, Jalan Gadjah Mada, Samarinda. Mereka turun ke jalan, dan berorasi di depan pagar kantor Gubernur.

“Kita sudah menyaksikan jika tambang kian hari semakin mendekati pemukiman masyarakat. Itu membahayakan keselamatan warga di kota ini,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, Jumat (7/3).

“Kita desak Gubernur segera cabut semua IUP (Izin Usaha Pertambangan), yang jumlahnya ada 63 IUP di Samarinda, tetapkan 30 persen kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) dan pulihkan wilayah resapan air di Samarinda,” seru Rupang.

Desakan itu bukan tanpa alasan. Sebab pada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Kalimantan Timur, 3 April 2017 lalu, Gubernur Kalimantan Timur, menyatakan akan mencabut semua izin tambang batubara, dan meminta pemerintah pusat menfurangi luasan izin tambang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara).

“Itu untuk memenuhi RTH di Samarinda sekitar 30 persen dari luas kota Samarinda. Tapi faktanya, yang tersedia cuma 0,9 persen,” sebut Rupang.

Masih dijelaskan, Waduk Benanga merupakan jantung utama Sungai Karang Mumus, yang menjadi daerah aliran sungai terbesar di kota Samarinda. Saat ini statusnya siaga 1 dan Samarinda Darurat Banjir.

“Ada 25 izin tambang yang mengepung DAS Karang Mumus, berdasarkan analisa peta, setidaknya ada 12 aktivitas pertambangan yang menghilangkan anak-anak sungai DAS Karang Mumus, dan menyebabkan proses sedimentasi cukup besar akibat pengupasan lahan dibagian hulu karang mumus,” terangnya.

“Laju sedimentasi 5.000 meter perkubik, dan itu menjadi salah satu alasan terjadinya banjir di 24 titik di 15 kelurahan. Jumlah titik itu, berpotensi untuk bertambah mengingat masifnya pengerukan batubara dan lahan bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja, oleh perusahaan tanpa dipulihkan,” demikian Rupang. (an/mrdk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *