Warga Labuan Bajo belum menikmati dampak wisata

Arus wisata ke Labuan Bajo sebagai pintu menuju Taman Nasional Komodo meningkat dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar pelaku usaha merupakan pendatang dan ada juga orang asing, bagaimana peluang masyarakat lokal dalam bisnis ini?
Di sepanjang jalan di sekitar pelabuhan di Labuan Bajo tampak berjejer kaki lima yang menjual makanan laut. Salah satu yang warung kaki lima yang dipadati pengunjung lokal dan wisatawan asing tampak menyantap makan malam mereka.
Ditengah guyuran hujan, Yuliana (42) tengah sibuk mengoreng ikan segar di warung tendanya yang berada di dekat pantai Labuan Bajo. Dia merupakan salah satu warga lokal yang mencoba meraih peruntungan dari arus wisatawan yang datang untuk berlibur ke Taman Nasional Komodo.

Penjual ikan segar di sepanjang Labuan Bajo

“Karena baru mulai ramai, sejak Sail Komodo, kadang ramai, kadang sepi tergantung dari tamu, pendapatan rata-rata 1 juta, ya buat makan dan gaji karyawan, buat rumah yang peninggalan orang tua,” jelas Yuliana.

 Mengapa hanya tiga daerah wisata Indonesia yang terkenal?
 Kepulauan tempat naga memang nyata ada
Selain Yuliana, sejumlah warga lokal di Labuan Bajo mencoba meraih peluang dari arus wisatawan yang selalu ramai setiap harinya di sekitar Kampung Ujung.

Kampung Ujung merupakan rumah di Kawasan Wisata Labuan Bajo

Labuan Bajo dipadati wisatawan.
Di sini saya juga bertemu dengan Margaretha Subekti (54) yang mendirikan Catur’z Kopi Club pada Mei lalu. Melalui warung ini, Margaretha, melibatkan perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga untuk bekerja di sini.
“Dan ternyata banyak teman-teman perempuan yang menjadi kepala keluarga, terus idenya juga supaya pangan lokal, kopi Manggarai tersedia di sini, ibu-ibu juga bisa menggorengkan kopi untuk kami disini, dan mengantar snack juga, kue yang dikirim dari ibu-ibu itu. Kita juga mendampingi teman-teman perempuan yang mempunyai industri rumahan, yang membuat kue, kerajinan di sekitar sini kita ada 63, di Kampung Ujung dengan Waiklambu,” jelas Margaretha.

Kampung Komodo obyek wisata menarik yang bisa anda kunjungi

Berbeda dengan cafe yang lain, di sini tidak tersedia koneksi internet gratis dan sejumlah meja dilengkapi papan catur, dengan tujuan agar, para pengunjung mengobrol.
Selain di kafe ini, Margaretha juga memiliki wadah untuk memberdayakan ekonomi perempuan di Labuan Bajo, antara lain dengan membuat kerajinan daur ulang sampah, suvenir, dan menanam sayuran. Dia juga mendorong agar sayuran produksi warga lokal ini digunakan oleh para pelaku industri wisata di sini.

Labuan Bajo Tak Pernah sepi pengunjung

Labuan Bajo mulai ramai dikunjungi wisatawan setelah Pulau Komodo masuk dalam daftar Tujuh Keajaiban Dunia Baru ( New7 Wonder of the World ). Pemerintah semakin gencar mempromosikan Pulau Komodo sebagai salah satu tujuan wisata dengan menggelar Sail Komodo 2013.
Kunjungan wisata ke Labuan Bajo terus meningkat, dalam periode Januari-Oktober 2016, jumlahnya mencapai 70.237 orang yang didominasi turis asing. Sementara jumlah turis sepanjang 2015 lalu, mencapai 61.247 orang, dengan 70% diantaranya merupakan wisatawan asing.

Pemandangan indah terhampar sebatas mata memandang

Hampir semua turis yang mampir ke Labuan Bajo, bertujuan melihat hewan langka Komodo yang hidup di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Selain itu wisatawan juga berkeliling ke pulau lain di sekitarnya yang memiliki pemandangan yang Indah.
Di pelabuhan Labuan Bajo, tampak puluhan kapal motor dan kapal-kapal phinisi tengah berlabuh. Kapal-kapal ini membawa turis berkeliling ke pulau-pulau di sekitarnya , termasuk Pulau Komodo dan Rinca yang merupakan habitat hewan langka Komodo.
Arus wisatawan itulah yang membuat Wildan, salah seorang warga Labuan Bajo, mengubah perahu nelayannya menjadi kapal wisata sejak tujuh tahun lalu, dengan harga Rp1,8- 2 juta per hari untuk menjelajahi sejumlah pulau.
“Ya penghasilan hanya untuk makan sehari-hari saja, karena kita antar tamu kadang ada, kadang tidak,” jelas Wildan.

 Rinjani diajukan jadi Taman Bumi Global UNESCO
 Langkah Komodo terganjal
Butuh regulasi
Salah seorang warga lokal yang cukup beruntung menangkap peluang dari bisnis wisata, Ishabuddin. Dia memulai usaha sejak awal tahun 2000an, dan kini memiliki agen perjalanan sekaligus perahu untuk wisata, baik per hari ataupun melayani paket wisata menginap di atas kapal.
Dalam sebulan dia bisa meraup pendapatan Rp100-200 juta, kecuali di saat musim sepi seperti di akhir tahun.
“Saya memulai sudah sejak awal tahun 2000an begitu lulus kuliah, modal awal tak sampai 100 juta karena dulu kapal masih murah, dan jatuh bangun juga karena tamu saat itu tidak sebanyak sekarang, masih dapat dihitung dengan jari per bulannya, sekarang membludak,” jelas Ishabuddin.

Menyaksikan Komodo dari dekat

Membanjirnya arus wisata ke Labuan Bajo pun mendorong masuknya pelaku usaha dari luar daerah dan asing dengan kualitas SDM yang lebih baik dibandingkan pebisnis lokal.

Ishabuddin mengatakan pemerintah harus membuat aturan investasi agar warga lokal tak tersingkir.
“Lapangan pekerjaan terbuka lebih luas, tapi yang sekarang terjadi kompetisi tinggi, karena pemain yang itu-tu aja, Labuan bajo terbuka belum ada aturan yang mengatur tentang masyarakat lokal dan pendatang yang mau berinvestasi, jadi dari pendatang dan luar negeri pun lambat laun masyarakat lokal akan tersingkir,” jelas dia.
Meski peningkatan wisatawan membuat pendapatan Wildan bertambah jika dibandingkan ketika masih menjadi nelayan, tetapi dia mengaku sulit bersaing dengan pelaku usaha pendatang dari luar daerah ataupun asing yang bermodal besar.
Dia berharap adanya pembagian pasar wisata antara warga lokal dan pemodal dari luar daerah.

Aktifitas pantai di Labian Bajo yang selalu padat

“Yang bagian diving tolong diatur baik-baik, yang diving ya diving yang trekking ya trekking kasih kapal tersendiri untuk kita juga, yang punya perahu diving sekarang bule semua, yang bekerja di situ juga bule, kita orang lokal tidak di pakai lagi,” keluh Wildan.
sional Pulau Komodo merupakan warga lokal.
Pemberdayaan masyarakat
Kawasan di pinggir pantai di Labuan Bajo tampak ramai hampir setiap harinya, lahan-lahan ini sebagian besar telah berganti kepemilikan dari tangan warga lokal, dan diubah menjadi restoran, hotel, kantor agen perjalanan dan layanan wisata lainnya.
Kepala bidang pengembangan produk pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Gregorius Minta mengatakan lahan di sekitar pantai sebagian dimiliki oleh asing, dan sejauh ini belum ada aturan yang membatasinya.
Gregorius mengatakan yang bisa dilakukan oleh dinas pariwisata adalah berupaya bagaimana warga lokal dapat meraih keuntungan dari bisnis wisata, yaitu dengan memasok bahan pangan untuk hotel dan restoran di Labuan Bajo.
uan Bajo.
Tetapi, bagi warga Labuan Bajo Zakarias Samuel Sem (56), secara umum peningkatan pariwisata di Labuan Bajo belum berdampak terhadap ekonomi masyarakat Manggarai Barat.
“Indikator keberhasilan program wisata di laporan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) itu, adalah jumlah wisatawan datang, lama tinggal, jumlah belanja, Daya tarik wisata yang tertata tak ada satupun indikator menyangkut perubahan kehidupan masyarakat Manggarai Barat karena pariwisata, dari siis regulasi pariwisata betul berbicara berpihak pada rakyat, tetapi tak ada satupun regulasi bagaimana mengatur pemberdayaan masyarakat dan tentang pengembangan budaya daerah belum diatur, ” jelas Samuel.
Meski pemerintah telah menjadi salah satu dari 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional KSPN, penduduk lokal masih belum dapat menikmatinya, karena minimnya Sumber Daya Manusia.

Sumber : http://www.bbc.com/indonesia/majalah-38476756