karena Ekonomi Minus Industri Pariwisata Was-was Gulung Tikar

Ekonomi057 views

Inionline.id – Pengusaha perhotelan dan pariwisata mengaku cemas dengan data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang tercatat minus 5,32 persen. Pasalnya, jika perekonomian masih akan lesu, industri dikhawatirkan akan gulung tikar.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Krishandi mengaku khawatir dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi kuartal II yang lebih dalam dari perkiraan di kisaran 4 persen. Pasalnya, industri perhotelan dan restoran sangat bergantung dengan pergerakan manusia.

Ia pesimis pada kuartal III nanti pertumbuhan akan naik signifikan. Pasalnya, angka infeksi covid-19 masih tinggi dan masyarakat takut beraktivitas di luar rumah. Hal ini bakal berdampak pada bisnis yang semakin sepi.

“Bagi kami dari PHRI sangat tergantung dari pergerakan orang. Kalau ada ketakutan karena angka covid tinggi maka kami berat. Dalam arti kata, tidak ada tamu yang datang, ya matilah,” pada Kamis (6/8).

Selain perjalanan rekreasi, bisnis PHRI berasal dari perjalanan bisnis. Sementara perekonomian lesu, ia memastikan sumber penghasilan dari tamu bisnis pun akan mandek untuk sementara waktu.

Krishandi berharap bisnis dapat membaik pada akhir tahun saat musim liburan atau pada kuartal IV mendatang. Namun, Kris mengaku pesimis.

Hingga saat ini, per Agustus, bisnis masih lesu, hanya berkisar belasan persen dari pendapatan normal sebelum pandemi corona.

“Agustus ini biasanya bulan baik untuk bisnis. Tapi saat ini masih belasan persen saja dari normal. Kalau ada okupansi hotel yang 20 persen sampai 30 persen itu di daerah tertentu saja. Tidak mencerminkan keadaan keseluruhan,” terangnya.

Senasib, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah memproyeksikan bisnis pariwisata masih akan lesu hingga akhir tahun.

Ia menuturkan bahwa capaian pertumbuhan minus pada kuartal terakhir menunjukkan daya beli masyarakat yang rendah. Ini sejalan dengan perjalanan wisata yang baru mencapai 20 persen dari normal.

Budi menilai sepanjang kuartal III atau hingga September nanti, pariwisata masih akan sepi peminat. Pasalnya, orang-orang masih enggan melancong bila potensi terinfeksi virus corona masih tinggi.

Dia menilai satu-satunya cara agar sektor pariwisata dapat kembali menggeliat ialah dengan menekan angka penyebaran wabah.

“Kami juga tidak mau kalau pariwisata dituduh sebagai sumber penyebaran dan jadi kluster baru covid-19,” katanya.

Meski tak berharap banyak, namun ia menargetkan pada akhir tahun okupansi dapat kembali naik menjadi 40 persen. Terutama, di tempat-tempat destinasi populer seperti Bali, Lombok, Yogyakarta, dan lokasi-lokasi lainnya di Pulau Jawa.

Dia juga berpesan agar pemerintah dapat mendorong perjalanan dengan memberikan diskon tiket penerbangan, hotel, serta membuat protokol kesehatan baru yang tak memberatkan kantong pelancong yang ingin melakukan perjalanan.

“Misalnya subsidi transportasi seperti maskapai juga hotel-hotel supaya terjangkau oleh masyarakat yang sudah mau melakukan perjalanan,” pungkasnya.