LIPI Selenggarakan Seminar “Sinergi Empat Dimensi untuk Keberlangsungan Kehidupan Manusia”

bogor – Perubahan iklim yang memicu terjadinya bencana baik secara natural maupun aktivitas manusia ini menjadi tantangan dan risiko yang luar biasa bagi umat manusia. Untuk itu diperlukan keseimbangan empat dimensi kehidupan yakni manusia dan habitatnya, hutan dan lingkungannya,
atmosfer, dan antariksa yang terintegrasi dalam konsep Humanosphere menjadi sangat vital demi
keberlangsungan kehidupan manusia serta seisi alam semesta.

Untuk membahas lebih dalam konsepsi
tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) bersama Research Center for Sustainable Humanosphere (RISH), Universitas Kyoto, Jepang
menyelenggarakan Humanosphere Science School 2019 and International Symposium on
Sustainable Humanosphere yang diselenggarakan pada Senin, 29 Oktober 2019 di Hotel Grand Savero bogor.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudamonowati menjelaskan bahwa aktivitas manusia tidak dapat dipungkiri memberikan dampak yang kompleks
terhadap keseimbangan alam semesta. “Pertumbuhan populasi adalah salah satu tantangan multidimensi
yang paling serius, kompleks, dan dilematis yang harus dihadapi oleh manusia sendiri di abad ini,” kata Enny.

Enny juga menambahkan bahwa Konsep Humanospheren ini tentu saja merupakan satu ilmu yang mengaitkan langsung manusia dengan atmosfer tempat dia hidup yang berarti integrasi antara berbagai bidang ilmu. Humanosphere menjelaskan agar masyarakat tahu potensi-potensi bencana dan bagaimana cara mengatasinya.

 

Kegiatan ini juga merupakan wadah pertemuan ilimiah bagi para pakar, profesional, peneliti, dan akademisi dari
berbagai bidang disiplin ilmu dalam upaya mencari solusi, memberikan ide pemecahan masalah
komplek terkait keseimbangan alam semesta yang telah mengalami ketidakharmonisan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang juga hadir menyampaikan bagaimana mengatasi masalah sampah, industri, polusi dan transportasi yang ramah lingkungan menggunakan gas. “Sampah di Bogor sendiri dari 700 ton sudah berkurang sebanyak 100 ton. Pengelolahan sampah sendiri sekarang fokus di hulu yaitu di rumah tangga yang di olah lagi menjadi kompos, menjadi pupuk, ada yang menjadi kerajinan tanga dan banyak lagi,” ujarnya.

Acara ini juga dihadiri oleh para ahli dari Jepang, Thailand, Malaysia, dan Prancis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *