Inionline.id – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah berencana memberlakuan kembali sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mulai Tahun Ajaran 2025/2026. Dalam sistem ini, siswa kelas 10 akan kembali dihadapkan pada pilihan jurusan IPA, IPS, atau Bahasa, sebagaimana yang pernah berlaku sebelum akhirnya dihapuskan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengatakan langkah ini diambil demi keberlanjutan proses pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Menurut Mu’ti, sistem tanpa penjurusan yang diterapkan sejak era Mendikbudristek Nadiem Makarim tidak lagi relevan dengan kebutuhan dan arah pendidikan saat ini.
Karena itu, kebijakan baru ini direncanakan segera diformalkan dalam bentuk peraturan menteri dalam waktu dekat. Namun, wacana ini tak luput dari sorotan tajam parlemen.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, meminta rencana pemberlakuan kembali sistem penjurusan dikaji ulang secara matang. Ia menekankan pentingnya proses evaluasi berbasis data dan kajian komprehensif dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebelum keputusan tersebut benar-benar diambil.
“Rencana pemberlakuan kembali sistem penjurusan tersebut perlu dikaji secara matang dan menyeluruh sebelum hal tersebut diterapkan,” ujar dalam unggahan di akun Instagram @metrotv, Selasa, 15 April 2025.
Ia menyebut Komisi X DPR RI memandang perlu adanya kajian akademik dan empiris terkait urgensi serta efektivitas penerapan kembali sistem penjurusan sejak kelas 10. Menurutnya, pengambilan keputusan dalam sektor pendidikan harus didasarkan pada riset valid dan mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan peserta didik.
Lalu juga menyoroti aspek psikologis dan perkembangan siswa usia SMA, khususnya di kelas 10. Menurutnya, usia tersebut merupakan fase penting di mana siswa masih berada dalam tahap eksplorasi minat dan bakat.
“Memberikan penjurusan sejak dini dikhawatirkan justru akan membatasi ruang belajar mereka dan memaksa siswa untuk memilih jalur yang belum tentu sesuai dengan potensi jangka panjang mereka,” kata dia.
Selain DPR, berbagai kalangan pengamat pendidikan juga mulai menyuarakan pandangan mengenai rencana ini. Sebagian menilai sistem penjurusan di usia muda dapat berisiko membuat siswa terjebak dalam pilihan belum matang.
Sementara itu, ada pula pihak berpandangan penjurusan bisa membantu siswa lebih fokus dan terarah dalam mempersiapkan masa depannya. Sebelumnya, sistem penjurusan di SMA dihapuskan sejak 2022 seiring diterapkannya Kurikulum Merdeka oleh Kemendikbudristek.
Dalam kurikulum tersebut, siswa diberi kebebasan memilih mata pelajaran lintas bidang sesuai minat dan bakat mereka, tanpa harus terikat dalam jurusan tertentu. Rencana pengembalian sistem penjurusan ini menjadi sorotan tajam di tengah masyarakat.
Proses evaluasi, kajian akademik, dan pertimbangan berbagai pihak kini menjadi faktor penting sebelum kebijakan ini benar-benar diterapkan.