MK Tegaskan Warga Harus Beragama atau Berkepercayaan

Berita257 views

Inionline.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Warga Cipayung, Jakarta Timur, Raymond Kamil yang menguji materi agar diperbolehkan tidak beragama. Hal itu termuat dalam putusan perkara nomor: 146/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Jumat (3/1) ini.

“Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo.

Sementara itu, hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan setiap warga negara harus memiliki agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan masing-masing. Menurut dia, hal itu sebagai upaya mempertahankan karakter bangsa.

“Dalam kaitannya dengan kebebasan beragama tersebut, sebagaimana telah Mahkamah uraikan dalam pertimbangan di atas, Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 telah menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, kepercayaan kepada adanya Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu karakter bangsa dan telah disepakati sebagai ideologi atau kondisi ideal yang dicita-citakan,” ucap Daniel.

Kata dia, bentuk keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan dalam kehidupan beragama yaitu dengan meyakini dan memeluk agama.

Karena itu, setiap warga negara diberi kebebasan memeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut.

“Hal ini juga bermakna sebagai bagian dari peran dan kewajiban dari setiap warga negara tersebut dalam menjaga dan mempertahankan karakter Ketuhanan Yang Maha Esa dalam ideologi bangsa. Oleh karena itu, kebebasan beragama sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 UU 39/1999 tidak dapat dimaknai lain selain dari kebebasan beragama sebagaimana dimaksud oleh Pancasila sebagai ideologi bangsa dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai dasar hukum, bukan kebebasan untuk tidak beragama atau tidak berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” ucap Daniel.

Meskipun MK meyakini agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan unsur terpenting dalam menjaga dan mempertahankan karakter bangsa sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, tapi dalam praktiknya warga negara tetap diberi kebebasan untuk beragama atau menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

“Dalam konteks ini, maka implementasi masing-masing individu dalam meyakini Ketuhanan Yang Maha Esa dalam hukum positif adalah beragama dan menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara merdeka,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat.