Inionline.id – Prancis mengklaim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memiliki kekebalan hukum terhadap surat perintah penangkapan Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC).
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu menyusul kejahatan perang yang dilakukan Israel di Jalur Gaza Palestina, terutama sejak perang dengan Hamas 7 Oktober 2023 lalu.
Semula, Prancis menegaskan akan memenuhi kewajibannya sebagai negara anggota ICC terkait keputusan mahkamah soal perintah penangkapan Netanyahu. Namun, posisi Paris berubah menyusul pernyataan terbaru Kementerian Luar Negeri yang mengatakan bahwa Netanyahu memiliki kekebalan hukum karena Israel bukan negara anggota ICC.
Dalam pernyataan itu, Kemlu Prancis pun menegaskan mereka tidak dapat membantu ICC menangkap Netanyahu dan menteri-menteri Israel lainnya yang masuk daftar buronan mahkamah tersebut.
“Negara tidak dapat bertindak dengan cara yang tidak sesuai dengan kewajibannya berdasarkan hukum internasional terkait kekebalan yang diberikan kepada negara-negara yang bukan pihak ICC,” bunyi pernyataan Kemlu Prancis itu seperti dikutip The Guardian pada Kamis (27/11).
“Kekebalan ini berlaku untuk Perdana Menteri Netanyahu dan menteri lainnya yang dimaksud, dan harus dipertimbangkan jika ICC meminta kami untuk menangkap dan menyerahkan mereka.”
Pernyataan Prancis ini tampaknya merujuk pada Pasal 98 Statuta Roma, yang menyebutkan bahwa sebuah negara tidak boleh “bertindak secara bertentangan dengan kewajibannya berdasarkan hukum internasional terkait kekebalan diplomatik seseorang”. Namun, Pasal 27 statuta menyatakan bahwa kekebalan jabatan tinggi “tidak menghalangi pengadilan untuk menjalankan yurisdiksinya atas orang tersebut”.
Sikap Prancis ini kontras dengan sikap ketika Paris menanggapi surat perintah penangkapan ICC tahun lalu terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Rusia sama-sama bukan anggota ICC seperti Israel, namun Prancis menyatakan siap membantu mahkamah menangkap Putin.
Pada 2019, ICC memutuskan bahwa Pasal 98 bukanlah “sumber kekebalan” melainkan “aturan prosedural” yang mengarahkan bagaimana pengadilan meminta pelaksanaan surat perintah.
Bulan lalu, ICC memutuskan bahwa Mongolia melanggar kewajibannya sebagai anggota ICC dengan gagal menangkap Putin saat dia mengunjungi negara tersebut pada Agustus, dan bahwa Pasal 98 tidak memberikan kekebalan dari tuduhan kejahatan perang terhadap pemimpin Rusia tersebut.
Kementerian Luar Negeri Prancis pada saat itu menyatakan dukungan penuh untuk ICC, “setia pada komitmen lama [Prancis] untuk melawan impunitas.”
Organisasi Pemerhati HAM Amnesty International Prancis pun mengatakan beda sikap Prancis terhadap perintah penangkapan Netanyahu ini “bertentangan dengan kewajiban fundamental Prancis sebagai negara anggota ICC.”
“Salah satu prinsip dasar Statuta ICC adalah bahwa tidak ada yang kebal hukum, termasuk kepala negara yang dicari untuk ditangkap, seperti Vladimir Putin atau Benjamin Netanyahu,” kata kelompok pemerhati hak asasi manusia itu.
“Hal ini telah dikonfirmasi dalam keputusan kamar banding pengadilan dalam yurisprudensi yang mengikat semua negara anggota.”