Inionline.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sejumlah wilayah Pulau Jawa masih belum masuk musim hujan. Simak alasannya.
BMKG mengatakan bagian selatan khatulistiwa, termasuk pulau Jawa, masih merasakan cuaca panas ‘mendidih’ pada siang hari dalam beberapa waktu terakhir.
“Dalam beberapa waktu terakhir ini sejumlah wilayah di selatan Indonesia terutama Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mengalami cuaca panas pada siang hari yang diikuti dengan turunnya hujan pada sore hingga malam hari,” tulis BMKG dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
BMKG menjelaskan kondisi tersebut merupakan salah satu ciri masa peralihan musim, yakni pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari didahului oleh udara panas dan terik pada pagi hingga siang hari.
Cuaca panas terekam dalam data pengamatan suhu udara maksimum yang mencapai 37,5 derajat Celsius di beberapa wilayah, mulai dari wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara.
Beberapa wilayah yang mengalami suhu terik ini meliputi Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Kaharudin Nusa Tenggara Barat (37,5 °C), Stasiun Meteorologi Gewayantana Nusa Tenggara Timur (36,9 °C), Stasiun Meteorologi Kertajati Jawa Barat dan Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin Nusa Tenggara Barat (36,8 °C).
Kemudian, Stasiun Meteorologi Perak I Jawa Timur (36,7 °C), Stasiun Meteorologi Tanjung Perak Jawa Timur (36,2 °C), Stasiun Meteorologi Tanjung Emas Jawa Timur (36,1 °C), dan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Jawa Tengah (36,0 °C).
“Berdasarkan analisis terkini, kondisi suhu panas diprediksi masih dapat terjadi dalam sepekan ke depan pada siang hari, yang diikuti dengan potensi turunnya hujan pada sore hingga malam hari terutama di wilayah Pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara,” terang BMKG.
“Hal ini merupakan ciri masa peralihan menuju musim hujan di wilayah tersebut,” tambahnya.
Berdasarkan analisis terkini, potensi turunnya hujan pada sore hingga menjelang malam hari terutama di wilayah Pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara. Hujan yang terjadi cenderung tidak merata, dengan kejadiannya relatif singkat.
Hal ini merupakan salah satu ciri masa peralihan menuju musim hujan di wilayah-wilayah tersebut sebelum memasuki musim hujan.
“Awal musim hujan di wilayah-wilayah tersebut bervariasi, namun secara umum awal musim hujan diprediksi akan terjadi pada akhir dasarian III Oktober hingga awal November mendatang dengan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari-Februari 2025,” jelas BMKG.
Dinamika atmosfer
Dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 22-28 Oktober, BMKG memperkirakan dalam sepekan ke depan, cuaca di berbagai wilayah Indonesia masih akan dipengaruhi oleh pola peralihan musim.
BMKG menyebut ketidakstabilan atmosfer selama periode ini dapat meningkatkan peluang terbentuknya awan konvektif, khususnya di wilayah bagian selatan Indonesia seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Meski masih dominan cuaca terik, daerah-daerah tersebut sudah terpantau mengalami kenaikan curah hujan, terutama pada akhir pekan kemarin.
Lebih lanjut, BMKG mengatakan sejumlah dinamika atmosfer berkontribusi terhadap kondisi cuaca di Tanah Air beberapa waktu ini.
Pertama, Madden Julian Oscillation (MJO) berada pada fase 5 (Maritime Continent) yang berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Kemudian, aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial diperkirakan akan aktif di wilayah Laut Natuna, Laut Natuna Utara, Laut Sulu, Kalimantan Utara, Laut Sulawesi, dan Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua.
Ketiga, gelombang atmosfer Kelvin diprediksi aktif di di Laut Andaman dan Samudera Hindia sebelah selatan pulau Jawa hingga NTT.
“Aktivitas atmosfer ini berpotensi meningkatkan pembentukan awan hujan di wilayah-wilayah tersebut,” jelas BMKG.