Inionline.id – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mewanti-wanti saat ini krisis iklim sudah sangat serius dan harus ditangani dengan benar.
Dwikorita mengatakan dari hasil berbagai studi mengungkap saat ini kenaikan suhu global sudah 1,45 derajat Celsius di atas rata-rata periode pra-industri tahun 1850-1900. Menurutnya hal ini berdampak pada akselerasi kenaikan muka laut yang terus menerus naik dari dekade ke dekade.
Rata-rata kenaikan muka air laut global berada di level 2,1 mm per tahun antara 1993 dan 2002, dan menjadi 4,4 mm per tahun antara 2013 dan 2021 atau meningkat dua kali lipat di antara periode tersebut.
Menurutnya realitas ini sebagian besar penyebabnya adalah mencairnya es kutub imbas melelehnya gletser dan lapisan es lautan akibat pemanasan global.
“Jelas tidak berlebihan jika saya menyebut situasi ini sebagai sesuatu yang sangat serius dan juga harus direspons secara serius,” kata Dwikorita, mengutip laman resmi BMKG, Minggu (8/9).
Menurut dia krisis iklim terjadi secara global, termasuk Indonesia. Dwikorita, pada Maret lalu, sempat menyampaikan Indonesia turut terdampak dari krisis iklim.
Ia mengatakan perubahan iklim mencakup berbagai aspek. Hal ini termasuk peningkatan suhu, perubahan pola curah hujan, kenaikan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia.
Contoh nyata kenaikan suhu akibat perubahan iklim adalah mencairnya gletser atau lapisan es tropis di Puncak Jaya, Papua. Luas tutupan salju abadi di ketinggian 4.884 mdpl itu menyusut hingga 98 persen, dari 19,23 kilometer persegi pada tahun 1850 menjadi hanya 0,23 kilometer persegi pada April 2022.
Bukti lainnya perubahan iklim di Indonesia adalah suhu Indonesia yang semakin meningkat setiap harinya. Menurut dia suhu dunia saat ini sudah mendekati batas yang disepakati bersama pada Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015.
Saat itu, seluruh dunia sepakat harus membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 derajat Celsius. Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45 derajat Celsius di atas suhu rata-rata di masa pra-industri.
Menurut catatan BMKG, laju kenaikan suhu di Indonesia tercatat mecapai 0,15 derajat Celsius per dekade.
Bukti krisis iklim lainnya, kata lembaga ini, adalah banyak negara yang terancam kekeringan dalam beberapa dekade ke depan.
Oleh karena itu, menurut Dwikorita, penting untuk menjaga ketahanan air. Ia mengatakan, jika ketahanan air melemah maka akan berdampak serius pada banyak hal, di antaranya ketahanan pangan dan ketahanan energi Indonesia.
Apabila kondisi ini terus berlanjut, maka hal ini akan memicu konflik yang berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.
“Jumlah penduduk terus meningkat sehingga di waktu bersamaan kebutuhan air juga ikut meningkat. Apabila ini [air] tidak dikelola dengan baik maka dampak buruknya akan sangat serius,” tuturnya.
Dwikorita menjelaskan, merujuk data Bappenas, perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi padi Indonesia sebesar 1,13 juta ton dan 1,89 juta ton. Kemudian, lahan pertanian seluas 2.256 hektar sawah juga terancam kekeringan.