Inionline.id – Pencarian korban longsor tambang emas ilegal di Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dihentikan. Sebanyak 25 penambang yang dilaporkan menjadi korban saat longsor terjadi, telah ditemukan dan dievakuasi oleh tim SAR gabungan.
Kepala Kantor SAR Padang, Abdul Malik mengatakan, dari seluruh korban yang dilaporkan itu, 13 meninggal dunia dan 12 lainnya luka-luka.
“Dari 25 korban, 13 orang meninggal dunia dan 12 orang selamat, yang sebagian diantaranya mendapat penanganan medis di rumah sakit,” kata Malik dalam keterangan yag diterima CNNIndonesia.com, Senin (30/9).
Menurutnya, penghentian operasi SAR dilakukan karena tidak ada lagi laporan warga yang hilang saat melakukan aktivitas penambangan.
Meski demikian, Tim SAR Padang tetap membuka posko pengaduan untuk menampung laporan jika ada yang merasa kehilangan keluarganya. Posko akan dibuka hingga 7 hari ke depan.
“Kita sudah lakukan evaluasi bersama Pemerintah Daerah dan unsur-unsur yang terlibat dalam operasi SAR. Dari hasil evaluasi tersebut, tidak ada laporan warga kehilangan keluarganya diakibatkan longsor tersebut. Meski demikian, kami lakukan pembukaan posko untuk laporan apabila ada warga kehilangan. Kalau ada, maka operasi SAR akan dibuka kembali,” katanya.
Tim SAR telah menyelesaikan pencarian dan evakuasi warga yang terjebak saat longsor tambang emas illegal di Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat pada Minggu (29/9) kemarin
Korban terakhir yang ditemukan dan dievakuasi adalah Sugeng, warga Panasahan Solok.
Evakuasi Sugeng dilakukan dengan pola estafet diantara tim SAR. Tim yang menemukan korban kemudian menyerahkan jenazah kepada tim SAR lain yang menunggu. Hal itu dilakukan, karena beratnya medan dan jauhnya lokasi.
Tambang emas itu sendiri mengalami longsor pada Kamis (26/9) sore. Namun, kabar longsoran itu baru diketahui siang esok harinya.
Informasi awal ada lebih dari 40-an penambang yang terjebak. Namun sehari kemudian, data tersebut diralat menjadi 25 orang dengan alasan sulitnya jaringan komunikasi di lokasi musibah.