Guna Mengatasi Penyakit Katastropik, Menkes Berkomitmen Perbaiki Sistem Kesehatan di Indonesia

Headline, Nasional157 views

Inionline.id – Guna mengatasi penyakit Katastropik Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia (RI), Budi Gunadi Sadikin, berkomitmen untuk memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia. Pada tahap awal, pihaknya akan fokus dalam pemerataan mutu dan akses layanan rujukan melalui program jejaring pengampuan layanan prioritas.

Hal tersebut ia utarakan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Senayan, Rabu (30/11). Di hadapan anggota dewan yang hadir, Budi menyebutkan bahwa Kemenkes akan menjalankan program jejaring rujukan.

Program ini mengelompokkan rumah sakit (RS) menjadi tiga kelas yang tiap kelasnya masing-masing memiliki kapabilitas yang berbeda. Ketiga kelas tersebut adalah RS Madya, RS Utama dan RS Paripurna.

“Saya melihat kemampuan dari sisi suplai untuk penanganan lima penyakit dengan kematian tertinggi dan beban pembiayaan terbesar di BPJS masih kurang. Ini yang harus segera diperbaiki,” tegas Budi dalam keterangan resmi, Sabtu (3/12).

Melalui pengelompokan ini, dirinya berharap masyarakat dapat lebih mudah untuk mengakses RS rujukan sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, langkah ini juga diyakini dapat mengurangi antrean di rumah sakit, karena setiap rumah sakit sudah jelas peruntukannya.

Pada tahap awal, Budi memaparkan, Kemenkes telah menargetkan agar setengah dari jumlah RSUD yang ada di seluruh kabupaten/kota, dapat menjadi RS Madya.

“Karena kita melihat enggak bisa semua kabupaten/kota, jadi akhirnya kita pilih kabupaten-kabupaten/kota yang bisa memberikan akses secara cukup merata. Jadi kita lihat berdasarkan jaraknya,” jelasnya.

Untuk mewujudkan itu, Kemenkes akan melakukan standardisasi alat di rumah sakit daerah pada kabupaten/kota yang telah dipilih. Selain itu, dia juga akan mengalokasikan anggaran agar rumah sakit daerah tersebut memiliki dokter spesialis jantung.

“Kalau toh adapun alatnya, tapi enggak ada dokter spesialisnya, sama juga,” ucap Budi.

Saat ini, dia melanjutkan, hanya sebagian kecil anak pengidap kongenital jantung yang dapat diselamatkan. Hal ini dikarenakan kapasitas operasi terbatas, akibat minimnya dokter spesialis.

“Ada sekitar 20 ribu kasus anak yang mengalami gangguan tersebut. Sementara yang bisa ditangani hanya 6000. Sehingga ada gap sebanyak 14 ribu anak yang tidak ditangani dan mengalami kematian,” paparnya.

Maka dari itu, Mantan Direktur Utama PT Inalum (Persero) ini juga mendorong percepatan produksi dokter spesialis. Indonesia disebutnya membutuhkan 330 dokter spesialis untuk 514 kabupaten/kota, misalnya untuk keperluan pasang ring jantung.

Saat ini, dari ketersediaan 20 program studi (prodi) spesialis, hanya mampu memproduksi 25 dokter per tahun. Alhasil untuk mencapai target tercukupinya 330 dokter baru bisa tercapai selama 15 tahun.

Maka dari itu, Kemenkes pun menginisiasi beasiswa khusus di pelayanan ring jantung yang targetnya bisa berpraktik dalam waktu cepat yakni enam bulan.

Ia menyebut komunikasi sudah dilakukan bersama PERKI dan kolegium, keduanya menyanggupi usulan tersebut demi menekan tingginya kematian kasus jantung, penyakit paling bikin tekor BPJS Kesehatan.

Sebelumnya, Budi menyebutkan, tak sampai 20 persen rumah sakit umum daerah (RSUD) dari 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, yang bisa melakukan operasi pemasangan ring jantung.

“Saya terkejut, saya baru tahu yang bisa pasang ring, dari 514 kabupaten/kota, di bawah 100. Jadi masih banyak yang tidak bisa pasang ring,” imbuh dia.

Padahal, dia menjelaskan, jantung merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan kematian sekaligus menjadi beban tertinggi BPJS. Padahal, jika seorang kena serangan jantung maka harus dipasang ring secepatnya atau dalam waktu 2×24 jam.

Budi pun mencontohkan, jika seseorang kena serangan jantung di Ambon, maka harus dibawa ke Manado atau Makassar. Hal tersebut dilakukan karena tidak adanya fasilitas kesehatan yang mampu melakukan pemasangan ring jantung di Ambon, Ibu Kota Provinsi Maluku.

“Kita berdoa dia masih hidup, karena di Ambon enggak bisa pasang ring,” sebut Menkes.