Update Kasus Gagal Ginjal Akut Indonesia: 304 Pasien, 159 Meninggal

Berita057 views

Inionline.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah temuan kasus gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 304 orang per Senin (31/10). Ratusan kasus itu teridentifikasi di 27 provinsi Indonesia.

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan fatality rate atau tingkat kematian kasus ini mencapai 52 persen. Golongan usia pasien paling banyak berasal dari bayi di bawah lima tahun (balita).

“Jadi sampai 31 Oktober kasus ada 304 orang. Kemudian dalam perawatan 46 kasus, meninggalnya ada 159 kasus atau 52 persen, dan sembuh 99 kasus,” kata Syahril dalam konferensi pers, Selasa (1/11).

Berdasarkan sebaran datanya, DKI Jakarta menjadi provinsi tertinggi dengan temuan kasus dan kematian akibat penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal.

Syahril kemudian merinci, berdasarkan sebaran kasus, kasus GGAPA terbanyak ditemukan pada usia 1-5 tahun yakni 173 kasus. Disusul 46 kasus pada anak usia kurang dari setahun, 43 kasus dari anak usia 6-10 tahun, dan 42 kasus pada anak usia 11-18 tahun.

“Berdasarkan jenis kelaminnya, 41 persen perempuan dan 59 persen laki-laki,” kata dia.

Syahril sebelumnya juga telah meminta agar masyarakat terutama orang tua segera membawa anak mereka ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat apabila mengalami gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal. Salah satu gejala yang paling terlihat adalah penurunan volume buang air kecil (BAK).

Kewaspadaan terutama dilakukan apabila menemukan anak berusia kurang dari 18 tahun dengan gejala oliguria (air kencing sedikit) maupun anuria (tidak ada air kencing sama sekali).

Kewaspadaan para orang tua menurutnya juga perlu dilakukan dengan cara terus memantau jumlah dan warna urine yang pekat atau kecoklatan pada anak. Apabila urine berkurang atau berjumlah kurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam, maka pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit.

Selanjutnya, pihak rumah sakit diminta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal yakni ureum dan kreatinin. Apabila hasil fungsi ginjal menunjukkan adanya peningkatan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.