Ini 5 Dampak Resesi Global Terhadap Ekonomi RI

Berita057 views

Inionline.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan resesi global terjadi pada tahun depan. Kondisi ini tentu akan memberikan dampak buruk bagi perekonomian dalam negeri.

Ekonom Makro Bank Mandiri Faisal Rachman menyebutkan meski Indonesia masih jauh dari kata resesi, namun ada beberapa dampak langsung ke perekonomian dalam negeri kalau terjadi resesi global.

Pertama, kinerja neraca dagang yang mencatatkan surplus sejak tahun lalu, bisa kembali defisit. Sebab, pada tahun ini perekonomian Indonesia sangat terbantu dari ekspor komoditas andalan yang harganya melonjak.

“Dampaknya yang mungkin terasa adalah penurunan kinerja ekspor karena permintaan global turun, dan harga komoditas juga kemungkinan turun. Jadi, kita bisa kembali mengalami defisit neraca dagang,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (27/9).

Kedua, penerimaan negara terancam. Resesi global yang mengganggu aktivitas ekspor akan berdampak pada penerimaan negara yang berkurang, terutama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Anggaran yang saat ini tercatat surplus sejak Januari lalu, bisa-bisa kembali defisit.

“Jadi, indikasi yang bisa dilihat paling cepat adalah turunnya kinerja ekspor, neraca dagang yang berisiko kembali defisit, dan penerimaan negara yang turun,” terang dia.

Ketiga, dampak langsung lainnya adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Saat terjadi resesi, maka investor akan menarik dananya dari pasar obligasi maupun saham Indonesia, dan memilih untuk beralih ke aset aman seperti emas.

Kondisi ini pernah terjadi saat Indonesia mengalami resesi pada 2020 di tengah pademi covid-19. Sehingga, jika resesi global terjadi, kondisi tersebut dipastikan akan terulang.

“Investor cenderung akan mengalihkan dananya ke safe haven, seperti emas dan dolar AS,” tutur Faisal.

Keempat, dampaknya pada kinerja impor. Ekonom LPEM UI Teuku Riefky menuturkan resesi global akan membuat dolar AS makin mahal, sehingga nilai impor bahan baku dan modal menjadi lebih tinggi. “Ini bisa membuat produksi menurun, dan ekonomi melemah,” jelasnya.

Kelima, terganggunya investasi di dalam negeri. Resesi akan membuat keuangan investor yang selama ini menanamkan modal di Indonesia terganggu, sehingga tidak hanya memperkecil investasi yang masuk, tapi investasi existing pun bisa mangkrak.

“Investasi langsung akan melambat pada 2023 dan bisa kembali rebound (bangkit) pada 2024 setelah resesi pulih. Jadi, itu adalah beberapa channel transmisi terjadi terhadap Indonesia kalau resesi global betulan terjadi di tahun depan,” tegasnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani memprediksi ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi pada tahun depan. Perkiraan itu dibuat berdasarkan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara, seperti AS dan Inggris, demi meredam lonjakan inflasi.

Sri Mulyani memastikan kebijakan itu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi, sehingga ancaman resesi kian sulit dihindari.

“Kenaikan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023,” ungkap Ani, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers, Senin (26/9).

Berdasarkan catatan Ani, suku bunga acuan bank sentral Inggris sudah naik 200 basis poin selama 2022.

Begitu pula dengan Amerika Serikat (AS) yang sudah naik 300 bps sejak awal tahun.

“(Bunga acuan) AS sudah 3,25 persen, sudah naik 300 bps, ini terutama karena rapat September ini mereka menaikkan lagi dengan 75 bps, merespons inflasi AS 8,3 persen,” ungkapnya.