Soal Legalisasi Ganja Anggota DPR Ingatkan Tak Boleh Konservatif

Headline, Nasional157 views

Inionline.id – Dalam merumuskan kebijakan terkait narkotika Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengatakan pemerintah tidak boleh bersikap konservatif. Pernyataan itu disampaikan Taufik terkait wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis.

“Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika,” kata Taufik, Senin (4/7).

Menurut Taufik, Indonesia harus terbuka untuk merumuskan perubahan kebijakan jika terdapat penelitian yang menunjukkan turunan dari tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan.

Ia mengatakan wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis selama ini kerap mendapatkan beragam stigma dan tuduhan.

Padahal, menurut Taufik, Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) pada 2019 memberikan rekomendasi kepada The Commission on Narcotic Drugs (CND) untuk menghapus cannabis dan cannabis resin dari Schedule IV Convention on Narcotixs Drugs 1961 dan hanya berada pada Schedule I Convention yang dimaksud.

Schedule IV ini, lanjutnya, hampir sama dengan narkotika golongan I di Indonesia. Sementara itu, Schedule I hampir sama dengan narkotika golongan II dan III.

“Atas rekomendasi ini, CND mengadakan voting dan sebagaimana tertuang pada Decision 63/17, Deletion of cannabis and cannbis resin from Schedule IV of the Single Convention on Narcotic Drugs of 1961 as amended by the 1972 Protocol yang disetujui oleh 27 negara dengan 25 menolak dan 1 negara abstain,” katanya.

Atas dasar itu, ia berharap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merujuk keputusan CND dalam kajian soal legalisasi ganja medis.

Menurutnya, informasi dari publik juga harus menjadi masukan dalam pembahasan revisi UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

“Penelitian tidak harus dilakukan dari awal karena sebelumnya telah terdapat penelitian dari berbagai negara termasuk dari komite expert di bawah PBB yang dapat dijadikan rujukan penelitian lanjutan,” kata politikus NasDem itu.

Taufik berharap revisi UU Narkotika dapat mengubah paradigma kebijakan narkotika selama ini yang selalu menempatkan persoalan narkotika sebagai persoalan hukum dan penegakan hukum semata. Menurutnya, paradigma kebijakan narkotika harus mengedepankan penanganan kebijakan kesehatan.

“Hukum digunakan untuk pihak-pihak yang memanfaatkan narkotika untuk kejahatan, sementara pendekatan kesehatan digunakan untuk kemanfaatan dan kemanusiaan serta menyelamatkan anak bangsa yang menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika,” ucap Taufik.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa membuka peluang mengeluarkan ganja dari narkotika golongan I lewat revisi UU Narkotika. Perubahan kategori ini dilakukan agar ganja bisa digunakan sebagai terapi atau pengobatan medis.

Ia memastikan pihaknya akan mempertimbangkan usulan tersebut selama revisi UU Narkotika baik dari perspektif kesehatan, pengawasan, dan penegakan hukum bersama dengan pemerintah.

“Memang saya setuju golongan ini diturunkan menjadi golongan II, tinggal bagaimana pengendaliannya. Persoalan pengendalian seperti kita perlu melibatkan kepolisian dan BNN,” kata Desmond dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III, Kamis (30/6).

Desmond bakal meminta masukan banyak pihak untuk mengakomodir regulasi ganja medis. Ia menyadari bahwa Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah tidak begitu relevan dan butuh perubahan.