KLHK Laporkan Ribuan Akun yang Menjual Satwa Lindung di E-commerce

Inionline.id – Pola penjualan ilegal satwa dilindungi mengalami pergeseran hal tersebut diungkapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari pasar tradisional ke daring (e-commerce) sepanjang 2021.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani menyebut sedikitnya ada 1.594 akun e-commerce yang telah pihaknya laporkan ke Kominfo untuk dinonaktifkan.

“Sekarang bergerak orang jualan satwa dilindungi bukan lagi pasar tradisional, bukan pasar burung lagi. Mereka menggunakan online, e-commerce,” kata Rasio dalam acara Refleksi Akhir Tahun KLHK di Jakarta, Senin (27/12).

Rasio merinci, 1.594 akun itu dilaporkan pada Januari sampai sejauh ini di Desember 2021. Pada Januari pihaknya melaporkan ada 54 akun, Februari 59 akun, Maret 279, dan April 247 akun.

Selanjutnya pada Mei 277 akun, Juni 184 akun, Juli 171 akun, Agustus 142 akun, September 104 akun, Oktober 49 akun, November 28 akun, dan Desember tidak ada akun yang dilaporkan.

“Total 1.594 akun,” kata dia menegaskan.

Rasio menerangkan dari ribuan akun itu, terdapat ratusan yang berhasil dinonaktifkan. Ia menyebut, tak semua akun yang dilaporkan dinonaktifkan karena ternyata ada yang sudah tak aktif.

Berdasarkan catatan KLHK, ada 309 akun yang dinonaktifkan. Beberapa akun berasal dari Sumatera sebanyak 81 akun. Lalu, Jabainusra 92 akun, Kalimantan 17 akun, Sulawesi 82 akun, Maluku dan Papua 37 akun.

“Kami memantau, kalau kami temukan kami cek lalu kami laporkan ke Kominfo untuk dilakukan takedown. Ada beberapa ratus yang dilakukan takedown tapi yang lain masih kita cek. Ternyata mereka juga tidak bekerja, mereka punya akun tapi tak aktif,” ujar Rasio.

Sementara itu, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Bali, mencatat sepanjang tahun 2021 ada 149.515 Benih Bening Lobster (BBL) atau baby lobster dan 1.465 buah terumbu karang yang dilindungi berhasil digagalkan dari perdagangan ilegal di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Jawa Timur.

“Iya, penggagalan perdagangan ilegal yang disita oleh aparat hukum baik polisi dan petugas KKP serta lainya,” kata Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso saat dihubungi, Senin (27/12).

Ia menerangkan, untuk terumbu karang atau karang hias yang dilindungi berhasil digagalkan di wilayah NTB pada tahun 2021 dengan berbagai spesies atau jenis seperti catalap jardinei, fungia fragilis, fungia SP, acanthophyilia deshayesiana, goniopora lobata, favia SP, eguchipsammia fistula.

“Itu, banyak terjadi di wilayah NTB dan memang di daerah itu asalnya dan sudah dilepasliarkan,” imbuhnya.

Sementara, untuk baby lobster banyak digagalkan di daerah Jawa Timur dan ada juga satu lokasi di NTB dan totalnya 149.515 BBL jenis pasir dan mutiara dalam keadaan hidup dan sudah dilepasliarkan.

Ia menyebutkan, bahwa benih lobster masih banyak menjadi perdagangan ilegal karena banyak negara luar yang masih membutuhkannya.

“Lobster itu, masih jadi primadona makanan seafood di banyak negara, terutama di Tiongkok. Saat ini, eksportir terbesar dari Vietnam, sementara Vietnam itu benih atau sumber lobsternya sudah berkurang. Sehingga, mereka mengimpor dari Indonesia,” ujarnya.

“Kebutuhan itu banyak sekali, sehingga mereka mengimpor dari wilayah kita. Jadi, perdagangan ilegal dilakukan ada di lalulintas yang tidak benar, katakanlah di NTB yang menuju ke Vietnam atau negara lain tadi,” jelasnya.

Sementara, untuk perdagangan ilegal terumbu karang atau karang hias yang dilindungi banyak ditemukan di lapangan tanpa keterangan atau dokumen resmi. Sehingga, ditangkap dan disita petugas.

“Kebanyakan, kita temukan di lapangan adalah eksportir atau pembawa terumbu karang tanpa surat atau dokumen yang lengkap atau resmi. Jadi, kebanyakan mereka tanpa dokumen, padahal ketika terumbu karang dibawa, katakanlah dari NTB mau dibawa ke Bali atau ke Jawa Timur, itu harus ada dokumen,” ujarnya.

“Diambil di mana, jenisnya apa, jumlahnya berapa dan pengirimnya siapa dan itu harus terdata. Baik dari pengambil atau penerimanya siapa. Itu, harus ada datanya karena ini biota laut yang kita lindungi, tidak sembarangan lalulintasnya,” sambungnya.