Ini Kata Mahasiswa Terkait Permendikbud PPKS

Pendidikan157 views

Inionline.id – Meski banyak ditentang organisasi keagamaan, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, nyatanya banyak didukung oleh mahasiswa. Metro TV mewawancarai beberapa mahasiswa tentang pandangannya akan isu tersebut.

“Pihak kampus terkesan tidak tegas memberikan hukuman kepada pelaku. Sudah seharusnya kampus memberi wadah bagi para korban,” ujar Rizqi Puteri salah satu mahasiswi dari Jakarta, mengutip program Metro Hari Ini, Sabtu, 13 November 2021.

Setali tiga uang, Mai Ramadhaningrum yang juga merupakan seorang mahasiswi, mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja. Termasuk di lingkungan kampus.

“Kekerasan seksual bisa merupakan kekerasan fisik, psikis, maupun verbal. Misalnya, ketika ada yang melontarkan kata-kata yang membuat kita tidak nyaman itu termasuk kekerasan seksual,” ujarnya.

Di sisi lain, Alfianti Puteri menawarkan solusi atas masalah ini menurut sudut pandang mahasiswa. Ia melihat edukasi tentang kekerasan seksual itu penting.

“Apabila masyarakat tidak tahu jenis kekerasan seksual seperti apa, otomatis mereka tidak akan aware soal isu tersebut,” kata dia.

Di sinilah Permendikbud Ristek No 30 tahun 2021 mengambil peran. Dalam pasal 5 aturan itu dijelaskan macam-macam kondisi terjadinya kekerasan seksual, antara lain:

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
b. Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
c. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
d. Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban;
f. Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
g. Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
h. Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
i. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
j. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui
oleh korban;
k. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
m. Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
n. Memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. Mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual;
p. Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi;
s. Memaksa atau memperdayai korban untuk hamil;
t. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja; dan/atau
u. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

(3) Persetujuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal korban:
a. Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. Mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. Mengalami kondisi terguncang. (Mentari Puspadini)