Satpol PP Diminta Tak Mencampuri Sengketa Gang Buntu II Pancoran

Inionline.id – Edi Danggur, kuasa hukum keluarga ahli waris Mangkusasmito Sanjoto, pemilik tanah di Gang Buntu II Pancoran, Jakarta Selatan, yang bersengketa dengan Pertamina, menolak intervensi dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta.

Edi menyampaikan langsung penolakan ini melalui sepucuk surat resmi kepada Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin.

“Dengan ini menyatakan menolak dengan tegas campur tangan atau intervensi Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta dalam sengketa antara PT Pertamina dan ahli waris Sanjoto,” kata Edi dalam surat yang  terima, Kamis (30/9).

Menurut Edi, Satpol PP DKI Jakarta pada 14 September lalu telah memimpin rapat koordinasi yang membahas permohonan bantuan pengosongan lahan di gang Pancoran Gang Buntu II, Jakarta Selatan. Rapat tersebut juga dihadiri 2 warga Pancoran Gang Buntu II.

Dalam surat undangannya, Satpol PP menyebut tanah itu milik PT Pertamina berdasarkan SHGB No.630 s.d 653 tanggal 14 November 2004 dan SHGB No.707 tanggal 30 Januari 2003.

Menurut Edi, dalam rapat itu Satpol PP DKI mempersepsikan seolah-olah tanah itu telah secara sah dimiliki PT Pertamina.

“Itu adalah persepsi yang salah,” kata Edi.

Dihubungi melalui telepon, Edi mengatakan bahwa Satpol PP DKI Jakarta tidak berwenang untuk mengeksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Edi mengatakan, berdasarkan Pasal 195 ayat Undang-Undang Herzien Inlandsch Reglement (HIR), pihak yang berwenang mengeksekusi pengosongan dan penyerahan lahan sengketa kepada pihak pemenang adalah Ketua Pengadilan Negeri.

Sementara itu, kata Edi, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) belum mengeluarkan putusan eksekusi atas sengketa lahan itu. Pada sidang putusan sela 15 September, Majelis Hakim PN Jaksel menyatakan tidak berwenang secara absolut untuk memeriksa perkara ini.

“Kapolri aja tidak punya wewenang dong untuk eksekusi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” kata Edi.

Dengan demikian, menurut Edi, Satpol PP DKI Jakarta tidak memiliki landasan hukum melakukan eksekusi pengosongan Pancoran Gang Buntu II.

Pihak kepolisian, kata Edi, hanya berwenang mengawal eksekusi yang harus dibacakan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat.

“Kalau ada orang yang melawan ketua pengadilan, itu yang ditangkap,” ujar Edi.

PT Pertamina bersengketa dengan ahli waris keluargaSanjoto terkait kepemilikan tanah diPancoran Gang Buntu II,Pancoran, Jakarta Selatan.

Pertamina mengklaim sebagai pemilik tanah itu berdasarkan 25 sertifikat Hak Guna Bangunan [HGB] yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Selatan 11 Badan Pertanahan Nasional dan Akta Pelepasan Hak No. 103 Tahun 1973.

Sementara itu, kuasa hukum keluarga Sanjoto, Edi, menyebut SHGB yang jadi dasar kepemilikan Pertamina itu telah batal demi hukum berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.1675 K/Sip/1975 tanggal 21 Januari 1977.

MA menilai Pertamina beriktikad buruk karena membeli lahan yang sedang dalam sengketa pada 1973. Saat itu, Sanjoto telah mengumumkan bahwa tanah itu sedang dalam sengketa antara pihaknya dengan Anton Partono CS melalui media massa. Ia juga mengingatkan berkali-kali agar tanah itu tidak dibeli.

“Eh, ternyata dia tetap beli. Maka digugatlah oleh Pak Sanjoto si Anton Partono dan kawan-kawan,” kata Edi, Kamis (18/3).

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Selatan No.255/1973 G tanggal 7 September 1974 kemudian menetapkan bahwa perjanjian jual beli Pertamina dengan Anton CS itu batal demi hukum. Tanah tersebut lantas berstatus sebagai sita jaminan.

Tidak terima, Anton CS mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, tapi kalah. Di tingkat Kasasi, mereka juga kalah. TIdak hanya Anton, Pertamina juga menggugat keputusan Sita Jaminan, namun tetap saja kalah.

“Pertamina kalah di PN, kalah di pengadilan tinggi, kalah di tingkat kasasi,” tutur Edi.

Setelah putusan MA memiliki kekuatan hukum tetap atas kekalahan Anton CS, status Sita Jaminan secara otomatis berubah menjadi Sita Eksekusi.

Juru Sita Eksekusi PN Jaksel kemudian membacakan putusan yang memenangkan Sanjoto. Setelah itu, Sanjoto dan banyak warga Gang Buntu II menempati lahan itu.

“Berdasarkan itu, Pak Sanjoto sudah menempati tanah Buntu II sejak 21 Maret 1981, atau tepat 40 tahun yang lalu,” kata Edi.

Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin telah dihubungi  guna meminta tanggapan terkait hal ini. Namun, hingga berita ini ditulis Arifin belum merespon pesan singkat ataupun panggilan telepon.