Kritikan Tajam Terhadap Junta Myanmar yang Memboikot KTT ASEAN

Internasional057 views

Inionline.id – Para pemimpin negara Asia Tenggara terang-terangan menegur dan melontarkan kritikan tajam terhadap junta militer Myanmar, yang menolak untuk mengirimkan perwakilan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang digelar pekan ini.

Selasa (26/10/2021), ASEAN menyatakan akan menerima perwakilan tokoh non-politik dari Myanmar dalam KTT itu. Namun, pada Senin (25/10) waktu setempat, Myanmar menolak tawaran itu dan menegaskan hanya akan menyetujui pemimpinnya atau menterinya untuk hadir.

Alhasil, KTT ASEAN pun digelar tanpa kehadiran perwakilan dari Myanmar.

Dalam pengabaian yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pemimpin negara anggota, ASEAN memutuskan untuk tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, karena kegagalannya menghentikan permusuhan di Myanmar, mengizinkan akses kemanusiaan dan memulai dialog dengan rival-rivalnya, yang disepakati dengan ASEAN pada April lalu.

Keputusan ASEAN mengabaikan Jenderal Min Aung Hlaing itu menjadi penghinaan terbesar untuk junta militer Myanmar, dan menjadi langkah berani dan langka oleh kelompok regional yang dikenal dengan aturan non-intervensi.

“Hari ini, ASEAN tidak mengeluarkan Myanmar dari kerangka kerja ASEAN. Myanmar yang mengabaikan haknya,” ujar Perdana Menteri (PM) Kamboja, Hun Sen, yang akan menjadi Ketua ASEAN tahun depan.

“Sekarang kita berada dalam ASEAN minus satu. Ini bukan karena ASEAN, tapi karena Myanmar,” tegasnya.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno Marsudi, menyatakan ASEAN telah menyiapkan slot untuk Myanmar, namun negara itu memilih untuk memboikot KTT. Menlu Retno mengatakan bahwa Presiden Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi, menyayangkan ‘sikap tidak diinginkan’ dari Myanmar terhadap upaya diplomatik ASEAN.

“Keputusan ASEAN untuk mengundang seorang perwakilan Myanmar pada level non-politik merupakan keputusan yang berat, tapi harus dilakukan,” kata Menlu Rento.

“Presiden mengingatkan bahwa penting bagi kita untuk menghormati prinsip non-intervensi. Tapi di sisi lain, kita diwajibkan untuk menegakkan prinsip-prinsip lainnya … seperti demokrasi, pemerintahan yang baik, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan pemerintahan yang konstitusional,” imbuhnya.

Militer Myanmar yang menguasai negara itu selama 49 tahun dari 60 tahun terakhir, sangat menentang respons keras ASEAN yang tidak seperti biasanya, dan menuduh ASEAN telah menyimpang dari norma-normanya dan membiarkan diri dipengaruhi oleh negara-negara lainnya, termasuk Amerika Serikat (AS).

PM Thailand, Prayuth Chan-o-Cha, dalam pernyataannya mendesak junta militer Myanmar untuk menerapkan lima poin kesepakatan yang sebelumnya disepakati dengan ASEAN. Dia menyebut hal itu sangat penting bagi reputasi dan ujian untuk tekad Myanmar.

“Peran konstruktif ASEAN dalam mengatasi situasi ini sangat penting, dan tindakan kita terhadap persoalan ini akan berdampak pada kredibilitas ASEAN di mata komunitas internasional,” sebut Prayuth dalam pernyataannya.

Keputusan ASEAN tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar diambil beberapa hari setelah Utusan Khusus ASEAN, Erywan Yusof, mengungkapkan junta militer Myanmar tidak memberikan akses untuk bertemu semua pihak di Myanmar, termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi yang dilengserkan.

Prayuth dalam pernyataannya mengharapkan junta militer Myanmar akan mempercayai niat baik ASEAN dan agar Erywan segera bisa mengunjungi Myanmar, juga mengambil ‘langkah penting pertama dalam proses membangun kepercayaan’.