Kemenkes Masih Menggodok Skema Pembiayaan Pasien Long Covid

Headline157 views

Inionline.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menggodok skema pembiayaan bagi pasien dengan sindrom long covid-19. Masih belum diketahui secara pasti, apakah pasien long covid-19 akan dibiayai negara sepenuhnya atau sebaliknya.

Koordinator Pengelola Rujukan dan Pemantauan RS Kemenkes Yout Savithri menyebut kondisi long covid-19 merupakan fenomena cukup baru, sehingga pihaknya harus menyesuaikan kondisi klinis pasien long covid-19, terkait apakah bisa diklaim dengan pembiayaan berdasarkan tarif INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups).

INA-CBGs merupakan sebuah model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan untuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit. INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem “paket”, berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan tarif INA CBGs yang merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis.

“Kami lagi membuat kebijakan khusus untuk long covid-19 ini. Kami mohon masukan dari organisasi profesi, kami sudah kaji kasus-kasus apa, kode INA-CBGs apa yang terkait dengan long covid-19,” kata Yout dalam acara daring, Kamis (7/10).

Kendati demikian, Yout menyebut besar kemungkinan pembiayaan pasien long covid-19 masih di-cover oleh negara, sebab apabila mengacu pada KMK Nomor HK.01.07-Menkes-4344-2021 tentang juknis klaim penggantian biaya pasien covid-19 bagi RS penyelenggara pelayanan covid-19.

Baik itu pasien suspek, probable, ataupun pasien terkonfirmasi Covid-19 yang masih memerlukan perawatan lanjutan untuk kondisi tertentu, maka dapat dilakukan alih rawat non isolasi, yang kemudian pembiayaannya dijamin oleh JKN ataupun asuransi kesehatan lain.

Proses alih rawat diputuskan berdasarkan hasil asesmen klinis oleh DPJP dengan dilampirkan sejumlah bukti. Seperti hasil asesmen klinis yang dituangkan dalam resume medis, hasil pemeriksaan follow up laboratorium RT-PCR, dan lain sebagainya.

“Nanti kami akan berproses, mohon Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga segera menyampaikan manajemen klinis untuk long Covid-19. Jadi apakah 9 organ, ini kode-kode apa, apa sehingga menjadi jelas apa yang akan kami biayai,” jelas Yout.

Lebih lanjut, Yout juga menyinggung fenomena pasien sindrom long Covid-19 yang akan berubah menjadi bom waktu kapan saja sehingga fasilitas kesehatan di Indonesia diharapkan siap menghadapi kemungkinan banyaknya pasien long Covid-19.

Yout menyebut kondisi long Covid-19 dialami para penyintas Covid-19 yang mengalami sejumlah efek samping atau perubahan pada kondisi tubuh. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menurutnya telah mencatat, setidaknya 65 persen penyintas mengalami sindrom ini.