Wamenag Harap PTKI Siap Hadapi Era Society 5.0

Makassar – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid berpesan kepada mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) untuk bersiap menghadapi tantangan era Society 5.0. Pada saat yang sama, mahasiswa PTKI juga dituntut menjadi agen sekaligus teladan dalam praktik keagamaan yang moderat.

Pesan ini disampaikan Wamenag saat memberikan pembekalan Mahasiswa UIN Alauddin Makassar yang akan menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Wamenag berbicara tentang “Peran Mahasiswa Sebagai Katalisator Keberagamaan Moderat Pada Masyarakat”. Pembekalan ini diikuti lebih kurang 3000 mahasiswa secara online. Hadir di kampus, jajaran pimpinan UIN Alauddin Makassar, antara lain: Rektor Hamdan Juhanis, para Wakil Rektor, Dekan, Wakil Dekan, dan seluruh civitas akademika. Hadir juga sejumlah perwakilan dari mahasiswa.

“Kita harus mengatisipasi adanya persaingan antara manusia dan teknologi pada era revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Para mahasiswa harus memiliki beberapa soft skill agar tidak kehilangan kesempatan untuk berada di lapangan pekerjaan yang sangat kompetitif,” pesan Wamenag di Makassar, Kamis (16/9/2021).
Era Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industry 4.0 seperti Internet on Things, Artificial Intelligence, Big Data dan perangkat mesin digital untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Wamenag mendorong mahasiswa dan kampus PTKI untuk terus melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi.

Apalagi, Indonesia mulai mendapatkan bonus demografi, di mana usia produktif meningkat signifikan. Data Badan Pusat Statistik (2018), menunjukkan bahwa jumlah usia produktif Indonesia pada 2015 mencapai 67,3 persen dari total penduduk 255,5 juta jiwa. Tren ini akan memuncak pada 2030, jumlah penduduk usia produktif naik menjadi 68,1 persen dari total 296,4 juta jiwa. Sementara itu, revolusi industri diperkirakan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia pada 2030, karena digantikan oleh mesin. Ini menjadi tantangan dunia, termasuk Indonesia sebagai negara dengan angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi.

“Keniscayaan Revolusi Industri 4.0 (four point zero) dan Society 5.0 (five point zero) benar-benar kita rasakan lebih cepat dan membutuhkan proses adaptasi yang juga cepat. Skill abad 21 yang menghendaki kita untuk memiliki wawasan literasi digital sudah hari-hari ini kita lakukan,” tutur Wamenag.

“Mahasiswa harus melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi. Skill abad 21 menghendaki kita untuk memiliki wawasan literasi digital yang baik dan canggih,” sambungnya.

Moderasi Beragama

Selain literasi digital, Indonesia juga dihadapkan pada tantangan ekstremisme dan intoleransi. Hasil penelitian Pusat Studi Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2018) pada 18 kota/kabupaten di Indonesia menunjukkan bahwa ancaman ekstremisme di kalangan kaum muda berusia 15-24 sangat mengkhawatirkan. Tren konservatisme ini dicirikan dengan scriptural plus komunal yang juga menguat.

Penelitian sejenis dilakukan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di 18 kota/ kabupaten di Indonesia, berkenaan literatur keislaman Generasi Milenial. Hasilnya, generasi milenial sangat memiliki minat untuk mengakses literatur keagamaan. Masalahnya adalah terletak pada pilihan topik, di mana jihad dan khilafah paling banyak diminati.

Fakta ini, kata Wamenag, harus direspon PTKI dengan memberikan bekal mahasiswanya tentang perspektif moderasi beragama dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan kehidupan sosial. Sehingga, mereka bisa menjadi agen dan katalisator dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin.

Menurut Wamenag, pengarusutamaan moderasi beragama setidaknya dilandasi oleh tiga hal: Pertama, kehadiran agama untuk menjaga martabat manusia dengan pesan utama rahmah (kasih-sayang). Kedua, pemahaman bahwa pemikiran keagamaan bersifat historis, sementara realitas terus bergerak secara dinamis, sehingga kontekstualisasi adalah keniscayaan, tidak justru terjebak pada teks yang melahirkan cara beragama yang ekslusif. Ketiga, tanggung jawab kita untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari siapa saja yang ingin merongrong kehormatanya.

“Anda semua harus bangga menjadi bagian dari PTKI yang selama ini menjadi tempat penyemaian terbaik Islam yang rahmatan lil alamin yang dipadu dengan ilmu-ilmu filsafat dan sosial humaniora. Karenanya, jadikan anda duta moderasi beragama yang menjadi katalisator untuk mendesiminasikan wawasan dan paham ke-Islaman yang inklusif, toleran dan damai,” jelas Wamenag.

“Pemimpin tidak lahir dengan sendirinya, tetapi harus diciptakan melalui forum-forum pendidikan dan pelatihan. Gunakan kesempatan Kuliah Kerja Nyata ini untuk menggali berbagai ilmu pengetahuan, berinteraksi dan membangun komunitas secara apik serta mengasah ketrampilan kepemimpinan yang diperlukan,” tandasnya.

KKN mahasiswa UIN Alauddin Makassar akan berlangsung selama 60 hari. Wamenag berharap KKN 60 hari ini dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan wawasan, menambah semangat dan mengasah ketrampilan di bidang kepemimpinan.