Strategi Kemendikbudristek Menuntaskan Buta Aksara di Indonesia

Pendidikan057 views

Inionline.id – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut telah melakukan sejumlah strategi untuk mempercepat penuntasan buta aksara di Indonesia. Pertama, yakni pemutakhiran data buta aksara bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, mengatakan data itu dapat digunakan untuk mengukur capaian penuntasan buta aksara. Selain itu, guna mengetahui peta sebaran penduduk buta aksara tersebut sampai tingkat provisni dan kabupaten/kota.

“Mengacu pada peta sebaran buta aksara tersebut, kami menetapkan kebijakan layanan program pendidikan keaksaraan,” ujar Jumeri dalam Taklimat Media secara virtual, Sabtu, 4 September 2021.

Langkah kedua, kata Jumeri, yakni peningkatan mutu layanan pendidikan dan pembelajaran keaksaraan dengan fokus utama pada daerah tertinggi persentase buta aksaranya. Menurut Jumeri, Kemendikbudristek melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster.

Sistem ini memusatkan program di kabupaten terpadat buta aksara pada lima provinsi yang tinggi buta aksaranya yaitu Papua (22,03 persen), Nusa Tenggara Barat (7,52 persen), Sulawesi Barat (4,46 persen), Nusa Tenggara Timur (4,24 persen), dan Sulawesi Selatan (4,11 persen). Data ini bersumber dari Susenas BPS pada 2020.

Sistem blok dalam penuntasan buta aksara ini dipandang cukup efektif dalam upaya menurunkan persentase buta aksara. Bagi wilayah yang memiliki kekhususan, Kemendikbudristek juga menggulirkan program-program keaksaraan dengan memperhatikan kondisi daerah dan kearifan budaya lokal, seperti program keaksaraan dasar bagi komunitas adat terpencil/khusus.

“Hal ini sebagai upaya untuk menjangkau yang tak terjangkau,” lanjut Jumeri.

Langkah ketiga, Kemendikbudristek mengembangkan jejaring dan sinergi kemitraan lintas sektor dalam penuntasan buta aksara dan pemeliharaan kemampuan keberaksaraan warga masyarakat. Mekanismenya, dengan melakukan sharing anggaran antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Selain itu, kata dia, kemitraan dengan perguruan tinggi juga dilakukan melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik yang dikoordinasikan Pusat/Balai Pengembangan PAUD dan Dikmas serta dinas pendidikan kabupaten.

“Dengan sasaran lembaga pendidikan nonformal dan organisasi mitra yang bergerak di bidang pendidikan seperti Aliansi Masyarakat Adat,” terang Jumeri.

Strategi tahap akhir yakni mengimplementasikan layanan program pada daerah terpadat buta aksara. Pada tahap ini, terang Jumeri diperlukan inovasi layanan program secara daring sehingga mempercepat akses oleh penyelenggara, pendidik, dan peserta didik melalui https://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id dan https://sibopaksara.kemdikbud.go.id.

Jumeri menyebut angka buta aksara di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, persentase dan jumlah penduduk buta aksara telah mengalami penurunan jika dibandingkan 2019.

“Persentase buta aksara tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang, dan pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang,” ujar Jumeri.