Nadiem Makarim: Pandemi Membuat Anak Stres dan Berakibat Learning Loss

Pendidikan057 views

Inionline.id – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengungkapkan pandemi Covid-19 menimbulkan rasa kesepian dan trauma terhadap anak-anak sekolah.

Tidak hanya, itu, keadaan ini juga turut menimbulkan stres pada diri orang tua di rumah dan meningkatkan tensi dalam hubungan orang tua dengan anak.

Menurut Nadiem, rasa kesepian dan traumatik itu memiliki potensi risiko yang sama sebagaimana kekhawatiran banyak pihak akan terjadinya learning loss.

“Banyak anak-anak kita yang kesepian, banyak anak-anak kita yang secara emosional trauma dengan situasi ini,” kata Nadiem dalam diskusi yang digelar secara virtual, Selasa (28//9).

“Orang tua juga stres di rumah dan menyebabkan berbagai macam isu dan tension antara orang tua dan anak-anaknya,” imbuhnya.

Rasa kesepian dan traumatik pada anak menjadi salah satu persoalan psikologis yang Nadiem soroti. Ia mengaku mengkhawatirkan masalah tersebut. Sebab, kondisi psikologis itu merupakan bagian kemampuan anak-anak untuk bersikap terbuka terhadap pembelajaran.

Keadaan emosional dan psikologis, kata Nadiem, memang dua hal yang berbeda. Namun demikian, dalam diri anak-anak dua hal itu saling berkaitan.

“Jadi ini merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan,” tutur pendiri Gojek itu.

Di sisi lain, menurut Nadiem, pandemi Covid-19 juga membuka dan memperlebar ketimpangan yang sebelumnya sudah ada dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Keadaan ini semakin mengkhawatirkan, sebab sejak sebelum pandemi pun angka Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia sudah tertinggal dibanding beberapa negara lain, termasuk negara tetangga.

“Kita sudah ketinggalan di bidang numerasi literasi dan sains kalo dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita dan juga negara lain,” ujar Nadiem.

Analisis Kemendikbud Ristek, Bank Dunia, dan sejumlah lembaga riset lainnya menemukan adanya kemungkinan anak-anak kehilangan 0,8-1,2 tahun masa pembelajaran. Hal ini membuat seakan-akan satu generasi kehilangan nyaris satu tahun pembelajaran di masa sekarang.

Nadiem mengaku pihaknya terus mendalami, mengkaji, serta melihat apakah dampak dari persoalan tersebut akan berlangsung permanen. Pihaknya terus mengkhawatirkan pembelajaran yang masih saja dilakukan melalui jarak jauh.

Sementara, pandemi Covid-19 membuat keadaaan ekonomi dalam negeri, terutama di daerah, semakin buruk. Hal ini juga turut berdampak terhadap aksesibilitas peserta didik terhadap gawai dan internet.

“Itu semuanya memperburuk ketimpangan tersebut,” ujarnya.

Nadiem berujar hal ini menjadi satu bentuk perjuangan yang mesti pihaknya tempuh. Saat ini, kata dia, sebanyak 40 persen sekolah di Indonesia sudah memulai PTM terbatas.

Meski demikian, ia menilai angka itu masih sangat kecil. Untuk mengejar ketertinggalan Indonesia, kata Nadiem, anak-anak harus mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan yang paling aman.

“Untuk mengejar ketertinggalan itu, sekarang semua hal-hal yang kita lakukan atau mau kita lakukan sebelum pandemi, itu malah menjadi prioritas yang lebih penting lagi sekarang,” ujarnya.