KPAI Menggelar Survei Persepsi Siswa Soal Vaksinasi Anak, Ini Hasilnya

Pendidikan057 views

Inionline.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan survei singkat tentang “Persepsi Peserta Didik Terkait Vaksinasi Anak Usia 12-17 Tahun”.  KPAI mendorong percepatan dan pemerataan vaksin sebagaimana muncul dalam hasil survei.

Survei yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google Form ini diikuti oleh 86.286 partisipan/responden dari  jenjang pendidikan SD/MI, SMP/Mts, MA/SMA/SMK, termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB).

Adapun asal daerah para partisipan berasal dari 34 provinsi di Indonesia, bahkan diikuti juga peserta didik dari Sekolah Indonesia Luar negeri (SILN). Survei dilaksanakan pada 3-9 Agustus 2021 setelah sebelumnya dilakukan uji coba kuisioner pada 30-31 Juli 2021.

Banyak responden anak dalam survei ini yang belum divaksin. karena belum ada kesempatan mereka mendapatkan vaksin anak.  Data survei menunjukkan bahwa dari 86 ribu lebih responden menyatakan kesediannya untuk divaksin sebesar 88,2 persen, sedangkan yang ragu-ragu ada 8,5 persen, dan yang menolak divaksin hanya sekitar 3,3 persen responden saja.

“Namun, dari yang menyatakan bersedia divaksin tersebut, baru 35,9 persen yang sudah beruntung mendapatkan vaksin, sedangkan 64,1 persen di antaranya belum divaksin,” kata Komisioner bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti, Minggu, 15 Agustus 2021.

Retno menambahkan, dari 64,1 persen yang belum divaksin tersebut, sebanyak 57,4 persen responden menyatakan belum divaksin karena belum berkesempatan mendapatkan vaksin. Kemungkinan data ini menggambarkan bahwa  ada persoalan vaksinasi anak yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia.

Alasan responden bersedia divaksin di antaranya adalah sebanyak 47,3 persen menyatakan bahwa keinginannya vaksin agar tubuhnya memiliki antibodi terhadap virus covid-19.  Sehingga jika tertular gejalanya menjadi ringan dan 24,3 persen menyatakan agar segera dapat mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM), karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini dinilai kurang efektif, serta susah untuk dimengerti.

Sedangkan 28,4 persen responden menyatakan alasan lainnya, misalnya karena dibujuk orang tuanya, merasa ini kewajiban, agar bisa berpergian kemana saja, dan ada yang menyatakan agar terus dapat bantuan sosial dari pemerintah. “Alasan lainnya ini cukup menarik, namun memerlukan pendalaman lebih lanjut untuk dikonfirmasi lebih jauh datanya,” kata Retno.

Adapun alasan responden yang tidak bersedia divaksin menyatakan khawatir pada efek vaksin sebanyak 36,7 persen dan merasa tidak perlu divaksin yang penting menerapkan protokol kesehatan sebanyak 15,3 persen responden memiliki kormobid sehingga secara medis tidak bisa di vaksin (10 persen).

Kemudian yang tidak yakin dengan merek vaksin tertentu (8 persen), yakin bahwa kalau anak terinfeksi covid-19 gejalanya ringan bahkan kadang tidak bergejala (15 persen), divaksin juga tidak menjamin tidak tertular covid-19 (8 persen), dan tidak diizinkan orang tuanya untuk vaksin (7 persen).

“Meskipun angka yang tidak bersedia divaksin hanya 3,3 persen dari 86.286 responden, namun hal tersebut tetap perlu menjadi pertimbangan untuk ditindaklanjuti pemerintah.  Misalnya melalui pendekatan berbasis sekolah/madrasah yang melibatkan pendidik di sekolah/madrasah yang bersangkutan,” tegas Retno.