4 Kampus Mendesak Pembahasan RKUHP Terbuka Libatkan Publik

Inionline.id – Empat perguruan tinggi yang tergabung dalam Tim Konsultasi Nasional Pembaruan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 2021 mendesak agar pembahasan RKUHP oleh pemerintah dan DPRbersifat inklusif dan melibatkan masyarakat luas.

Empat perguruan tinggi itu adalah Pusat Studi Kebijakan Kriminal Universitas Padjadjaran, Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya, Lembaga Bantuan Hukum Pengayoman Universitas Katolik Parahyangan, serta Bidang Studi Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.

Ketua Tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021, Fachrizal Afandi mengatakan bahwa pembahasan RKUHP harus bersifat inklusif karena RKUHP akan berlaku untuk seluruh masyarakat.

“Maka sudah semestinya pembahasan RKUHP bersifat inklusif dan melibatkan kalangan masyarakat yang lebih luas, khususnya kelompok masyarakat yang rentan dan paling terdampak dari pemberlakuan RKUHP tersebut,” kata Fachrizal saat menyerahkan Prosiding Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021 ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia secara daring, Selasa (22/6).

Selain itu, pihaknya juga merekomendasikan agar pemerintah memahami dan mengimplementasikan politik hukum penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM yang telah tercantum dalam konstitusi maupun putusan yang telah dibangun oleh Mahkamah Konstitusi dalam penyusunan RKUHP.

Menurutnya, hukum positif dan hukum yang hidup dalam masyarakat tidak perlu dipertentangkan oleh negara, tetapi justru harus diintegrasikan ke dalam tata hukum yang baru.

Dalam penyusunan RKUHP, Fachrizal meminta para penyusun tidak menggunakan pendekatan dari aspek legal formal saja, tapi juga harus menggunakan pendekatan filsafat, sosial, ekonomi atau bisnis, kriminologi, viktimologi, psikologi atau psikiatrik, kesehatan masyarakat, hingga pemasyarakatan.

“Kajian dan evaluasi terhadap penormaan asas pidana, pedoman pemidanaan dan alternatif pemidanaan yang sesuai dengan tujuan pemidanaan untuk memperkuat konsep keadilan restoratif dan pemasyarakatan adalah hal yang mutlak dan penting untuk dilakukan,” imbuhnya.

Terakhir, Fachrizal meminta pemerintah menyiapkan hal-hal teknis serta peraturan pelaksana RKUHP. Termasuk merevisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2001 juncto UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta mempertimbangkan ulang hal-hal yang tidak logis untuk dijalankan agar rekodifikasi yang telah dilakukan tidak sia-sia.

Sebelumnya, Wamenkumham Eddy Hiariej mengatakan bahwa RKUHP perlu segera disahkan paling lambat Desember 2021.

Menurutnya, sejumlah langkah akan ditempuh agar RKUHP bisa disahkan pada akhir tahun ini setelah rancangan regulasi tersebut masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 pada Juli mendatang.

“Paling tidak Desember 2021. Kita harap, begitu nanti ada perubahan Prolegnas pada Juli ini disosialisasikan. Kita harap Juli sampai September, kita punya waktu tiga bulan terima masukan, kita formulasikan kembali sekitar Oktober atau November ada pembahasan, kemudian itu bisa disahkan,” kata Eddy.

RKUHP diketahui batal disahkan pada 2019 silam setelah menuai kontroversi dan memunculkan aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Eddy pun mengakui bahwa pemerintah belum mempublikasikan draf terbaru RKUHP, termasuk dalam kegiatan sosialisasi yang berlangsung di 12 kota sejak awal Mei 2021.

Menurutnya, draf yang beredar di publik sejauh ini ialah hasil penyusunan pada 2019 yang batal disahkan setelah ditarik Presiden Joko Widodo karena menimbulkan polemik di masyarakat.