Menaker Bakal Sanksi Pengusaha Yang Melanggar Bayar THR

Ekonomi157 views

Inionline.id – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengancam memberikan sanksi kepada pengusaha yang melanggar aturan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran.

Dalam menegakkan aturan, Ida menyebut Kementerian Ketenagakerjaan memperkuat aspek pengawasan dan penegakan hukum guna memastikan THR dibayarkan kepada pekerja sesuai ketentuan.

“Sebelumnya kami konsentrasi pada layanan informasi dan konsultasi terkait THR, maka sekarang kami perkuat aspek pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan THR,” kata Ida lewat rilis pada Jumat (7/5).

Ia meminta gubernur, wali kota, dan bupati untuk turun tangan langsung dalam menyelesaikan setiap pengaduan THR yang masuk ke Posko THR yang dibentuk.

Selain itu, ia juga mengingatkan agar tak segan memberikan sanksi sesuai kewenangannya bila ditemukan pelanggaran.

Tercatat, Posko THR Keagamaan 2021 Kemenaker sudah menerima 1.569 laporan selama periode 20 April-6 Mei 2021. Terdiri dari 670 konsultasi THR dan 899 pengaduan THR.

Ada berbagai kategori sektor usaha yang masuk dalam laporan di antaranya adalah ritel, jasa keuangan dan perbankan, konstruksi, manufaktur, migas, alat kesehatan, industri makanan dan minuman, dll.

Beberapa permasalahan pembayaran THR yang diadukan, antara lain THR tidak dibayar sama sekali, dibayar sebagian, dibayar bertahap dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan, dibayar bukan dalam bentuk uang, dan perusahaan tak mampu karena terdampak pandemi covid-19.

Sekjen Kemenaker Anwar Sanusi mengatakan pihaknya mengerahkan pengawas ketenagakerjaan yang berada di tingkat pusat dan daerah untuk mengawasi pelaksanaan pembayaran THR.

“Kami menindaklanjuti pengaduan dalam Posko THR secara periodik, kemudian langsung berkoordinasi dengan dinas-dinas ketenagakerjaan untuk memerintahkan pengawas ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan pelaksanaan THR,” ujarnya.

Anwar juga menyampaikan bagi perusahaan yang terdampak covid-19 dan tidak mampu memenuhi pembayaran THR, didorong untuk melakukan dialog untuk pelaksanaan pembayaran THR keagamaan dengan tetap mengacu pada peraturan perundangan.

Ia mengingatkan pengawas ketenagakerjaan di setiap provinsi, jika terdapat perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR tujuh hari sebelum hari raya, maka harus ada kesepakatan tertulis bipartit antara pengusaha dan pekerja untuk jangka waktu pembayarannya.

Kesepakatan tersebut dibuat secara tertulis juga harus didukung dengan bukti laporan keuangan dua tahun terakhir dan memuat waktu pembayaran THR Keagamaan dengan syarat paling lambat dibayar sehari (H-1) sebelum Lebaran.

“Dalam hal THR keagamaan tidak dibayar sesuai kesepakatan dan atau kesepakatan pembayar THR di bawah ketentuan perundang-undangan, maka pengawas akan melakukan pengawasan pelaksanaan pembayaran THR, berupa nota pemeriksaan sampai dengan rekomendasi kepada pejabat berwenang pada kementerian/lembaga atau daerah setempat untuk pengenaan sanksi administratifnya,” jelasnya.

Pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan wajib membayar denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.

Pengusaha yang tidak membayar THR dalam waktu yang ditentukan juga dapat dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sanksi tersebut dapat berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, serta pembekuan kegiatan usaha.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J. Supit menyebut kalangan pengusaha pasrah bila nanti mendapatkan sanksi keterlambatan pembayaran THR sesuai ketentuan.

Pasrah karena menurut dia pengusaha di sejumlah sektor masih kesulitan untuk bisa membayar THR para karyawannya.

“Terserah pemerintah, kan katanya ada sanksi. Silakan saja pemerintah yang urus karena ini sudah di luar kemampuan kami,” katanya, Jumat (7/5).

Anton menilai aturan yang dikeluarkan Kemenaker tahun ini tidak memberi kesempatan bagi perusahaan-perusahaan di sektor yang secara operasional masih terseok-seok, seperti perhotelan atau transportasi, hingga UMKM.

“Ini juga bukan kesalahan perusahaan tapi force majeure. Mestinya ini keadaan tidak normal, tapi dipaksakan supaya melakukan hal normal (membayar THR penuh),” ujar Anton.

Dalam Surat Edaran Menaker RI Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pemerintah memberikan kelonggaran bagi perusahaan yang terdampak covid-19.

Bagi pengusaha yang tidak mampu memberikan THR 2021 sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau H-7, pengusaha diharuskan melakukan dialog dengan pekerja. Selanjutnya, hasil dialog tersebut harus dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat.

Namun, pengusaha tetap harus membayar THR paling lambat sehari sebelum hari raya keagamaan. Jika terlambat, ada sanksi yang dibebankan kepada pengusaha.

“SE Menaker tidak memberi peluang bagi yang tidak mampu. Hanya menekankan, bagi yang mampu minimal satu minggu sebelum Lebaran harus bayar, yang tidak mampu harus lapor ke pemda, tapi paling lambat satu hari sebelum Lebaran harus bayar. Jadi tidak ada kata lain, harus bayar,” jelasnya.

Sikap pasrah itu juga didasari masukan pengusaha dalam perundingan tripartit ternyata tidak dihiraukan. Ia mengatakan perwakilan pengusaha sudah menyatakan masalah yang dihadapi pengusaha, namun putusan dalam SE Menaker belum mewakili suara pengusaha.

“Semestinya kebijakan yang keluar itu (perusahaan) yang betul-betul tidak mampu silahkan berunding bipartit karena yang paling tahu kondisi di dalam perusahaan adalah manajemen dan karyawan,” pungkasnya.